Selasa, 26 Juli 2016

Asuhan Keperawatan kepada Pasien dengan Sirosis Hepatis:     AsuhanKeperawata...

Asuhan Keperawatan kepada Pasien dengan Sirosis Hepatis:     AsuhanKeperawata...:     Asuhan Keperawatan pada Pasien Sirosis Hepatica BAB I PENDAHULUAN I.       ...

Asuhan Keperawatan kepada Pasien dengan Sirosis Hepatis:     AsuhanKeperawata...

Asuhan Keperawatan kepada Pasien dengan Sirosis Hepatis:     AsuhanKeperawata...:     Asuhan Keperawatan pada Pasien Sirosis Hepatica BAB I PENDAHULUAN I.       ...

Asuhan Keperawatan kepada Pasien dengan Sirosis Hepatis:     AsuhanKeperawata...

Asuhan Keperawatan kepada Pasien dengan Sirosis Hepatis:     AsuhanKeperawata...:     Asuhan Keperawatan pada Pasien Sirosis Hepatica BAB I PENDAHULUAN I.       ...
    Asuhan Keperawatan pada Pasien Sirosis Hepatica


BAB I
PENDAHULUAN
I.       Latar Belakang
Sirosis hati adalah suatu kondisi di mana jaringan hati secara bertahap sekarat (necrosis) dan digantikan oleh fibrosa jaringan (ikat). Karena penurunan fungsi hati secara bertahap memburuk menyebabkan kematian, yang dikarenakan konsumsi alcohol kronis dan infeksi virus hepatitis B, C, D.
Prevalensi yang tepat dari sirosis seluruh dunia tidak diketahui. prevalensi sirosis diperkirakan 0,15% atau 400.000 di Amerika Serikat, di mana ia menyumbang lebih dari 25.000 kematian. Selama tahun 2001, angka kematian di seluruh dunia diperkirakan dari sirosis adalah 771.000 orang, peringkat ke-14 dan ke-10 sebagai penyebab utama kematian di dunia dan di negara-negara maju. Pada tahun 2002 Sirosis menyebabkan 2,4% dari kematian pada orang dewasa berusia 15 sampai 59 tahun. Hal serupa telah dilaporkan dari Eropa, dan bahkan lebih tinggi di sebagian besar negara-negara Asia dan Afrika di mana terjadi infeksi kronis virus hepatitis B atau C. Kematian dari sirosis telah diperkirakan meningkat dan akan menjadikannya sebagai 12 terkemuka penyebab kematian pada tahun 2020.
Menurut laporan rumah sakit umum pemerintah di Indonesia, rata-rata prevalensi sirosis hati adalah 3,5% seluruh pasien yang dirawat di bangsal penyakit dalam, atau rata-rata 47,4% dari seluruh pasien penyakit hati yang dirawat.
Perbandingan prevalensi sirosis pada pria : wanita adalah 2,1 : 1 dan usia rata-rata 44 tahun (PPHI,2013). Pria lebih sering terkena sirosis hati dikarenakan gaya hidup mereka yang sering mengkonsumsi alkohol.
Dari penjelasan diatas, maka kelompok memilih topik ini dengan tujuan untuk memberikan informasi terkait sirosis hepatis, dan untuk meningkatkan pengetahuan tentang asuhan keperawatan yang dapat diberikan kepada pasien.




BAB II
SIROSIS HEPATICA
A.    Konsep Dasar Medik
1.      Definisi
Sirosis hepatis adalah penyakit kronis pada hepar dengan inflamasi dan fibrosis hepar yang mengakibatkan distorsi struktur hepar dan hilangnya sebagian besar fungsi hepar (M. B., Dayrit, M. W., & Siswadi, Y. 2008).
Sirosis hati adalah penyakit kronis progresif dicirikan dengan fobrosis luas       ( jaringan parut ) dan pembentukan nodul ( M. Black, 2014 ).
Sirosis hati merupakan komplikasi penyakit hati yang ditandai dengan menghilangnya sel-sel hati dan pembentukan jaringan ikat dalam hati yang ireversibel (PPHI, 2013).
Sirosis hepatic adalah penyakit kronis progresif yang dikarakteristikan oleh penyebaran inflamasi dan fibrosis pada hepar. Jaringan parut menggantikan sel-sel parenkim hepar normal sebagai upaya hepar untuk meregenerasi sel-sel nekrotik (Engram, B. 1999).
Sirosis adalah suatu keadaan patologis yang menggambarkan stadium akhir fibrosis hepatic yang berlansung progresif yang ditandai dengan distorsi dari arsitektur hepar dan pembentukan nodulus regenerative (S. Aru, 2009).
Kesimpulannya, sirosis hati adalah penyakit kronis progresif pada hati yang menimbulkan terjadinya jaringan parut dan pembentukan nodul dan menyebabkan distorsi struktur hepar serta kegagalan fungsi hati
Klasifikasi
Sirosis hati dibagi menjadi 4 macam berdasarkan etiologi yaitu:
a.       Sirosis Laennec
Sirosis ini disebabkan oleh alkoholisme dan malnutrisi. Pada tahap awal ini,
hepar membesar dan mengeras. Namun, pada tahap akhir hepar mengecil dan nodular.



b.      Sirosis Pascanekrotik
Terjadi nekrosis yang berat pada sirosis ini karena hepatotoksin biasanya, berasal dari hepatitis virus. Hepar mengecil dengan adanya nodul dan jaringan fibrosa.
c.       Sirosis Bilier
Penyebabnya adalah obstruksi empedu dalam hepar dan duktus koledukus komunis (duktus sistikus).
d.      Sirosis Jantung
Penyebabnya adalah gagal jantung sisi kanan (gagal jantung kongestif).
Sirosis yang paling sering dijumpai adalah sirosis pascanekrotik  karena hepatotoksin.

 Terdapat dua varietas utama tanpa makna etiologi, yaitu:
a.       Makronoduler
Terdapat rentang yang sangat luas dari ukuran nodulerlebih dari 0.3 cm. Sebagian besar ditemukan pola vaskuler dari radikel vena yang tak dapatdiidentifikasi. Hepatosit memperlihatkan efek hiperplastik dan sebagian besar traktus portal memperlihatkan kolaps dan kemiripan yang menunjukan nekrosis sebelumnya.
b.      Mikronoduler
Jaringan fibrosa agak lebih halus dan nodul-nodul lebih kecil dan dengan ukuran kurang atau sama dengan 0.3 cm. secara histologis, radikel vena hepatica jarang sekali ditemukan nodul-nodul terdiri dari lempeng sel hepar yang berlapis banyak.

2.      Etiologi
Penyebab dari sirosis hepatic adalah :
a.      Virus Hepatitis B, C, D
VHB ditularkan melalui darah dan cairan tubuh seperti air liur, air mani, cairan  vagina dan air susu ibu.   Virus masuk ke tubuh lewat kulit atau selaput lendir tubuh yang rusak.   Masa inkubasi 28 – 160 hari, rata rata 75 hari.   Di daerah endemik penularan sering terjadi pada waktu persalinan atau pada awal pemberian makanan bayi.  Penularan dari ibu ke bayi merupakan penyebab terbesar hepatitis menahun yang mudah berkembang menjadi kanker hati.
VHC terutama ditularkan melalui darah.  Transfusi darah merupakan cara penularan yang ter-penting.  Masa inkubasi rata rata 7 minggu.   Orang yang mempunyai risiko tinggi mendapat VHC ialah mereka yang memerlukan tranfusi darah berulang, menjalani cuci darah, cangkok organ dll. Cara penularan virus hepatits D sama dengan hepatitis virus B.  Yang unik ialah untuk bisa terinfeksi VHD diperlukan bantuan VHB, sehingga VHD hanya dapat menginfeksi penderita yang terkena hepatitis B.   Infeksi ini dapat terjadi bersamaan maupun sebagai infeksi tambahan pada penderita VHB.  Masa inkubasi VHD ialah sekitar 35 hari.
b.      Alkohol
Dr. Laurentius Panggabean, SpKJ, MS mengatakan batas maksimal tubuh manusia terhadap minuman alkohol adalah 220 liter. Alkohol yang masuk kedalam tubuh akan menyebabkan terjadinya perubahan metabolisme dalam hati dengan menurunkan pembentukan dan pelepasan lipoprotein sehingga terjadinya nekrosis, fibrosis, dan kerusakan jaringan hati fungsional yang berkelanjutan menjadi pembentukan nodul dan penyusutan organ hati.
c.       Kelainan pada kantung empedu
Ketika saluran empedu di hati meradang dan menyumbat aliran empedu dihati dari empedu yang dapat merusak sel hati dan menyebabkan sirosis hati (pembentukan jaringan parut pada hati). Atresia bilier adalah suatu kondisi yang disebabkan oleh saluran empedu tidak ada atau terluka, adalah penyebab paling umum dari sirosis pada bayi.
d.      Gagal jantung kanan
Kegagalan jantung kanan Kegagalan jantung dalam jangka waktu yang panjang akan mengurangi pemasokan O2 kedalam hati yang dapat mengakibatkan terjadinya nekrosis dan pembentukan jaringan ikat pada hati.


Faktor resiko terjadinya sirosis hepatic adalah
a.       Penyalahgunaan alkohol
b.      Hubungan seksual tanpa pengaman
c.       Penyakit bawaan seperti hemokromatis, Wilson’s Disease, dan penyakit hepatitis autoimun
d.      Penyuntikan sebagai transmisi dari virus hepatitis B dan C
e.       Intrahepatik dan ekstrahepatik
f.        Hepatotoksin (toksik)
g.      Obat-obatan yang menyebabkan lesi patologis bervariasi luas pada hati
contoh obat yang mengakibatkan gejala seperti siriosis bilier:
Asam valproat + klorpromazin, Fenotiazin, Klorpropamid + eritromisin, Tiabendazol, Tolbutamid, Fenitoin, Imipramin
h.      Faktor genetika yang belum teridentifikasi

3.      Manifestasi Klinis
a.       Manifestasi Awal
Sirosis hati biasanya timbul secara tersembunyi dengan gejala yang mendadak. Dimulai dengan gangguan pada GI meliputi :
·      Anoreksia
·      dispepsia (nyeri saat setelah makan)
·      flatulens (perut kembung)
·      mual dan muntah
·      serta perubahan kebiasaan BAB (diare atau konstipasi).
Hal tersebut merupakan hasil dari metabolisme karbohidrat, lemak dan protein. Biasanya pasien akan merasa nyeri tumpul pada abdomen kuadran kanan atas atau epigastrium.
Manifestasi lainnya adalah demam, kelemahan, berat badan menurun, pembesaran hati dan limfa. Biasanya hati akan teraba pada pasien dengan penyakit sirosis hati.


b.      Manifestasi Lanjutan
Gejala lanjutan mungkin akan lebih parah dan merupakan hasil dari gagal hati dan hypertensi portal. Antara lain :
·           Jaundice atau kekuningan
Jaundice ini disebabkan oleh gangguan fungsi dari sel-sel hati dan penekanan pada kantung empedu berhubungan dengan pertumbuhan jaringan yang berlebihan.
·           Gangguan pada kulit
Pada pasien dengan sirosis hati, akan terlihat gangguan kulit seperti:
-       Spider nevi  (kondisi medis yang ditandai dengan terlihatnya, vena yang sedikit terpilin bewarna merah, ungu atau biru yang terlihat seperti cabang-cabang pohon atau sarang laba-laba pada permukaan kulit) yang biasa muncul dihidung, dipipi, bagian atas tubuh, leher dan bahu. Hal ini terjadi karena peningkatan estradiol (melindungi jantung, tulang dan otak). 
-       Palmar erythema yang biasanya timbul ditangan. Kedua gangguan kulit tersebut terjadi akibat meningkatnya sirkulasi estrogen karena gangguan hati dalam metabolisme hormon steroid.
-       Kaput medusa adalah pelebaran vena-vena kutaneus di sekeliling umbilikus, yang terlihat pada bayi baru lahir dan pasien-pasien yang menderita sirosis hepatis dan penyumbatan vena porta. Hal ini disebabkan karena hipertensi portal, periumbilikalis vena agunan dilatasi.
-       Pembesaran vena cutaneous disekililing umbilikus yang terjadi pada penderita.
-       Kulit kering
-       Pruritus karena produk garam empedu yang menumpuk di bawah kulit.
-       Ptechiae
-       Alopesia (kebotakan berkurangnya hormone testosteron)
-       Edema perifer akibat hipoalbuminemia dan retensi garam dan air dan gagalnya sel hati untuk menginaktifkan aldosteron dan hormon antidiuretik
·           Masalah hematologi
Pada pasien dengan sirosis hati , akan terjadi masalah hematologi yang terjadi seperti :
-       Thrombositopenia adalah jumlah platelet yang berkurang ( 150.000 – 450.000/microliter dikarenakan berkurangnya produksi atau meningkatnya penghancuran trombosit.
-       Leukopenia adalah rendahnya jumlah total sel darah putih (leukosit) dibanding nilai normal. Sedangkan nilai normal jumlah total sel darah putih adalah 5.000-10.000 per milimeter kubik.
-       Anemia
-       Epitaksis
-       Hemorroid
-       Hematemesis
-       Hyperbilirubinemia dikarenakan terganggunya proses pembuangan bilirubin.
-       Gangguan  koagulasi. Hal ini terjadi karena adanya pembesaran limfa. Kecenderungan perdarahan melalui hidung, gusi, menstruasi berat dan mudah memar akibat kurangnya pembentukan faktor-faktor pembengkuan oleh hati.
·           Gangguan endokrin
Gangguan endokrin yang terjadi adalah :
Gangguan metabolisme dan ketidakaktifan hormon adrenocortical, estrogen dan testosteron pada penderita. Pada pria biasanya terjadi pertumbuhan payudara yang abnormal. Ini adalah akibat kelainan hormon estrogen dan testosteron yang menyebabkan pertumbuhan jaringan payudara secara berlebihan, kehilangan rambut pada axila dan pubis, penyempitan testikular, impotensi, dan penurunan libido (gairah seksual). Pada wanita muda terjadi amenorrhea, sedangkan pada wanita usia lanjut akan terjadi perdarahan pada vagina.
Ascites juga terjadi pada kondisi pasien ini karena adanya tekanan hidrostatis dan retensi usus serta retensi natrium dan air
·           Gangguan neurologis
Gangguan yang sering terjadi biasanya encefalopati hepatik akibat kelainan metabolisme amonia dan peningkatan kepekaan otak  pada racun, penurunan mental.
·           Gangguan Respirasi
Gangguan respirasi yang terjadi adalah :
-       Fetor hepatikum adalah bau apek manis yang terdeteksi dari nafas akibat ketidak mampuan hati dalam memetabolisme metionin
-       Takipnea
·           Gangguan Eliminasi
Gangguan Eliminasi yang terjadi adalah :
-       Feces berwarna pucat dan urin berwarna  gelap, sering flatus, jarang berkemih.
-       Steatorrhea
·           Gangguan Muscoskeletal
Gangguan Muscoskeletal yang terjadi adalah :
-       Tingling
-       Baal
-       Tremor
-       Distensi
·           Gangguan Abdomen
Gangguan abdomen yang terjadi adalah :
-       Nyeri di daerah epigastrium
-       Dilatasi vena abdomen

                         
   
          Gambar 4. Kaput medusa                                      Gambar 5. Palmar erythemia

4.      Anotomi Fisiologi
a.  Anatomi Hati
Hati adalah organ terbesar dalam tubuh, berat rata-rata sekitar 1.500 gr atau 2% berat badan orang dewasa normal, dan ukuran hati bayi adala 10 % dari ukuran hati orang dewasa. Hati merupakan organ lunak yang lentur dan tercetak oleh struktur sekitarnya. Hati memiliki permukaan superior yang cembung dan terletak di bawah kubah kanan diagfragma dan sebagian kubah kiri. Bagian bawah hati berbentuk cekung dan merupakan atap dari ginjal kanan, lambung pancreas dan usus. Hati memiliki empat lobus. Dua lobus yang berukuran besar dan jelas terlihat adalah lobus kanan yang berukuran besar, sedangkan lobus yang berukuran lebih kecil, berbentuk baji adlah lobus kiri. Dua lobus lainnya lobus kaudatus dan kuadratus yang berada di permukaan posterior.Permukaan hati diliputi oleh peritoneum viseralis, kecuali daerah kecil pada permukaan posterior yang melekat langsung pada diafragma. Di bawah peritoneum terdapat jaringan ikat yaitu kapsula Glisson, bagian paling tebal kapsula ini membentuk rangka untuk cabang vena porta, arteri hepatica, dan saluran empedu. Porta hepatis adalah fisura pada hati tempat masuknya vena porta dan arteri hepatica serta tempat keluarnya duktus hepatica.

                     
Gambar 1. Anatomi hepar

b.      Struktur mikroskopis
Setiap lobus hati terbagi menjadi struktur-struktur yang disebut sebagai lobulus, yang merupakan unit mikroskopis dan fungsional organ. Setiap lobules merupakan badan heksagonal yang terdiri atas lempeng-lempeng sel hati berbentuk kubus tersusun radial mengelilingi vena sentralis yang mengalirkan darah dari lobules.  Hati manusia memiliki maksimal 100.000 lobulus. Di antara lempengan sel hati terdapat kapiler-kapiler yang disebut sinusoid, yang merupakan cabang vena porta dan arteria hepatica. Sinosoid adalah kapiler yang dibatasi oleh sel fagositik atau sel Kupffer. Sel Kupffer merupakan sistem monosit-makrofag, yang fungsi utamanya adalah menelan bakteri dan benda asing lain dalam darah. 50% makrofag dalam hati adalah sel Kupffer, sehigga hati  merupakan salah satu organ penting dalam pertahanan melawan invasi bakteri dan agen toksik. Terdapat saluran empedu yang melingkari bagian perifer lobulus hati. Saluran empedu interlobular membentuk kapiler empedu yang berjalan ditengah lempengan sel hati. Empedu yang dibentuk dalam hepatosit disekresikan ke dalam kanalikuli yang bersatu membentuk saluran empedu yang makin lama makin besar hingga menjadi duktus koledeus.

                                    Gambar 2. Struktur lobules hepar

c.       Sirkulasi
Hati mempunyai dua suplai darah- dari saluran cerna dan limpa melalui vena porta hepatica, dan dari aorta melalui arteri hepatica. Sekitar sepertiga darah yang masuk adalah darah arteria dan duapertiganya adalah darah vena dari vena porta. Darah dialirkan melalui vena hepatica kanan dan kiri yang selanjutnya bermuara pada vena kava inferior.
Aliran darah porta pada manusia sekitar 1000-1200ml/menit. Dalam keadaan normal, darah di dalam vena porta hepatis melewati hati dan masuk ke vena cava inferior, yang merupakan sirkulasi vena sistemik melalui venae hepaticae. Rute ini merupakan jalan langsung. Akan tetapi, selain itu terdapat hubungan yang lebih kecil di antara sistem portal dan sistem sistemik, dan hubungan ini menjadi penting bila hubungan langsung terhambat.
Vena porta masuk dan membawa darah dari lambung, limpa, pancreas, usus halus, dan usus besar. Arteri hepatica masuk dan membawa darah arteri. Arteri merupakan cabang arteri seliaka, yang merupakan cabang dari aorta abdomen. Arteri hepatica dan vena porta membawa darah ke hati. Aliran balik bergantung pada banyaknya vena hepatica yang meninggalkan permukaan posterior dan dengan segera masuk ke vena kava tepat di bawah diafragma. 


                                                  Gambar 3 . Aliran vena porta

d.      Fungsi Hati
Hati memiliki cadangan yang besar, dan hanya membutuhkan 10-20% jaringan yang berfungsi untuk tetap bertahan. Destruksi total atau pengangkatan hati menyebabkan kematian dalam waktu kurang dari 10 jam. Hati memiliki kemampuan regenerasi, pada pengangkatan sebagian hati akan merangsang tumbuhnya hepatosit untuk mengganti sel yang sudah mati atau sakit.
Fungsi utama hati adalah membentuk dan mensekresi empedu. Hati mensekresi sekitar 500 hingga 1.000 ml empedu kuning setiap hari.
1.      Metabolisme karbohidrat
Hati berperan penting dalam mempertahankan kadar glukosa plasma. Setelah makan, saat glukosa darah meningkat, glukosa diubah menjadi glikogen sebagai cadangan dan memengaruhi hormone insulin. Selanjutnya, saat kadar glukosa turun, hormon glucagon merangsang perubahan glikogen kembali menjadi glukosa dan menjaga kadar dalam kisaran normal.
2.      Metabolisme lemak
Cadangan lemak dapat diubah menjadi suatu bentuk energi yang dapat digunakan  jaringan.
3.      Metabolisme protein
Metabolism protein terdiri atas tiga proses:
-            Deaminasi  asam amino melibatkan beberapa proses: menyingkirkan  bagian nitrogen dari asam amino yang tidak diperlukan untuk membentuk protein baru, pemecahan asam nukleat menjadi asam urat, yang disebut asam nukleat.
-            Transaminasi  merupakan penyingkiran bagian nitrogen asam amino dan melekatkan asam amino pada molekul karbohidrat untuk membentuk asam amino non- esensial.
-            Sintesis protein plasma  dan sebagian besar factor pembekuan darah dari asam amino.
4.   Pemecahan eritrosit dan pertahanan tubuh terhadap mikroba.
Hal ini disebabkan sel Kupffer yang berada di sinusoid.
5.   Detoksifikasi obat dan zat berbahaya.
Hal ini meliputi etanol dan toksin yang dihasilkan mikroba.
6.   Inaktivasi hormon
Hal ini meliputi hormone insulin, glucagon, kortisol, aldosteron,hormone seks dan hormone tiroid
7.   Produksi panas
Hati menggunakan banyak energy, memiliki laju metabolic dan menghasilkan panas. Hati merupakan organ penghasil panas utama.
8.   Sekresi empedu
Hepatosit menyintesis empedu dari darah dan artei yang bercampur di sinusoid. Sekresi ini meliputi garam empedu, pigmen empedu, dan kolesterol.
9.   Cadangan
Hepatosit menyimpan glikogen, vitamin yang larut dalam lemak ( A,D,E,K), zat besi, dan kuprum, serta vitamin yang larut dalam air. (misalnya vitamin B12).
10. Proses pembentukan bilirubin
Sebagian besar bilirubin terbentuk sebagai akibat degradasi hemoglobin pada sistem retikuloendotelial. Tingkat penghancuran hemoglobin ini pada neonatos lebih tinggi daripada bayi yang lebih tua. Satu gr hemoglobin dapat menghasilkan 35mg bilirubin indirek. Bilirubin indirek yaitu bilirubin yang bereaksi tidak langsung dengan zat warna diazo, yang bersifat tidak larut dalam air tetapi larut dalam lemak. Sel parenkim hepar mempunyai cara selektif dan efektif mengambil bilirubin dari plasma. Bilirubin ditransfer melalui membran sel ke dalam hepatosit sedangkan albumin tidak. Proses ini merupakan proses 2 arah, tergantung dari konsentrasi dan afinitas albumin dalam plasma dan ligandin dalam hepatosit. Sebagian besar bilirubin yang masuk hepatosit dikonjugasi dan diekskresi ke dalam empedu. Dengan adanya sitosol hepar, ligandin mengikat bilirubin sedangkan albumin tidak.
Dalam sel hepar bilirubin kemudian dikonjugasi menjadi bilirubin diglukoronide walaupun ada sebagian kecil dalam bentuk monoglukoronide.
Sesudah konjugasi bilirubin ini menjadi direk yang larut dalam air dan diekskresi dengan cepat ke sistem empedu kemudian ke usus. Dalam usus bilirubin direk ini tidak diabsorbsi, sebagian kescil bilirubin direk dihidrolisis menjadi bilirubin indirek dan direabsorbsi. Siklus ini disebut siklus enterohepatis.

5.      Patofisiologi
a.       Patofisiologi Narasi
Sirosis hepatis merupakan suatu penyakit kronis progresif pada hepar dengan inflamasi yang diakibatkan distorsi stuktur hepar dan pembentukan nodul dan jaringan ikat sehingga menyebabkan kegagalan fungsi hati.
Sirosis hepatis disebabkan oleh banyak hal, yaitu karena pemakaian alcohol yang berlansung bertahun-tahun, terjadi kelainan pada kantung empedu, terjadi gagal jantung kanan dan juga disebabkan dari viorus hepatitis B, C, dan D.
Alkohol merupakan salah satu etiologi yang menyebabkan sirosis hepatis. Berawal dari konsumsi alcohol yang terus menerus dalam jangka waktu yang lama, mengakibatkan metabolisme di hati mengalami penurunan dan akan terjadi penurunan pembentukan dan pelepasan lipoprotein. Hati merupakan tempat metabolisme lemak, dan saat fungsi metabolismenya mengalami penurunan, maka terjadilah penumpukan lemak dihepar, dan menyebabkan inflamasi di hepar. Inflamasi yang terjadi dihati inilah disebut hepatitis, dank arena disebabkan oleh alcohol maka disebut Hepatitis Alkoholik. Saat terjadi hepatitis ini, maka perlahan anatomi dan fisiologi dari hepar mengalami kerusakan, terjadi nekrosis (kerusakan jaringan hepar).
Kelainan pada kantung empedu juga merupakan etiologi dari sirosis hepatis. Saat terjadi kelainan, maka pada kantung empedunya ada sumbatan karena kelainan tersebut. Karena tersumbat kantung empedunya sehingga terjadi penimbunan atau penumpukan cairan di kantung empedu dan menyebabkan tertahannya sekresi cairan pada hepar. Karena sekresi cairan tertahan di hepar, maka terjadilah penumpukan cairan di hepar, sehingga menyebabkan peradangan pada hepar. Terjadinya inflamasi dihepar itu membuat kerusakan jaringan hepar. 
Gagal jantung kanan juga merupakan etiologi dari sirosis hati. Terjadinya gagal jantung kanan, menyebabkan terjadinya penurunan curah jantung dan aliran darah di hepar juga pastinya mengalami penurunan. Saat aliran darah menurun, berarti suplai oksigen di hati juga kurang, karena darahlah yang membawa oksigen. Saat itulah jaringan di hepar mengalami kerusakan jaringan karena kurangnya oksigen di jaringan hepar. Kerusakan yang dialami adalah kerusakan anatomi (nekrosis) dan juga kerusakan fisiologisnya atau fungsinya.
Selain ketiga etiologi yang dijelaskan di atas, virus hepatitis B, C, dan D juga adalah penyebab terjadinya sirosis hati. Saat terjadi inflamasi di hepar, tubuh akan merespon inflamsi yang terjadi dan itu mengganggu suplai darah di hepar, sehingga suplai oksigen di hepar juga berkurang dan terjadilah kerusakan jaringan hepar(nekrosis) dan kerusakan fisiologis dari hepar.
Kerusakan anatomi dan fisiologi yang terjadi di hepar itu membuat organ tersebut mengalami penyusutan dan terjadi pembentukan noduk-nodul di permukaan hepar. Dari situlah terjadi sirosis hepatis. Sirosis hepatis itu menyebabkan kelainan jaringan parenkim, gangguan fungsi hati dan juga terjadi inflamasi akut di organ tersebut. Dari inflamasi akut, akan tejadi respon untuk inflamasi tersebut. Dari situlah muncul masalah keperawatan Nyeri.Saat hepar mengalami gangguan, maka fungsi dari hepar itu juga mengalami gangguan. Gangguan yang terjadi adalah gangguan metabolism bilirubin. Bilirubin adalah pigmen yang berwarna kuning dan memiliki fungsi untuk pewarnaan feses. Karena metabolism bilirubin terganggu sehingga bilirubin tak terkonjugasi dan menyebabkan feses pucat dan urine yang dihasilkan berwarna gelap, dan juga terjadi ikterik di sclera dan di seluruh tubuh. Dari kondisi ikterik ini muncul masalah keperawatan Gangguan citra tubuh. Dari kondisi ikterik ini, terjadi juga penumpukan garam empedu di bawah kulit sehingga menyebabkan pruritus. Dari sini, muncul masalah keperawatan Kerusakan Integritas kulit. Gangguan yang terjadi juga adalah gangguan metabolism protein. Saat terjadi gangguan metabolism protein, asam amino menjadi relative dan dapat menyebabkan gangguan sintesis vitamin K. Vitamin K berperan dalam pembekuan darah, dan saat terjadi gangguan maka faktor pembekuan darah terganggu dan sintesis prosumber terganggu, sehingga bisa menyebabkan masalah keperawatan Resiko Perdarahan.
Di hepar juga merupakan tempat metabolism zat besi dan karena terjadi gangguan,     maka metabolism zat besi. Gangguan tersebut menyebabkan gangguan asam folat. Asam folat berfungsi untuk membentuk sel darah merah dan saat terjadi gangguan, maka produksi sel darah merah akan menurun atau anemia, sehingga dapat menyebabkan kelemahan dan memicu terjadinya masalah keperawatan Intoleransi Aktivitas. Fungsi dari hepar juga sebagai tempat metabolisnme vitamin dan pembentukan empedu. Saat terjadi gangguan metabolism vitamin, maka sintesis vitamin C,  Bkom, dan B12  yang turut bekerja dengan asam folat untuk pembentukan sel darah merah sehingga bisa menyebabkan produksi sel darah merah menurun dan terjadi intoleransi aktivitas karena kelemahan. Gangguan pembentukan empedu yang terjadi ternyata mengganggu emulsi lemak di hepar. Karena tak bisa diemulsi maka lemak juga tidak dapat diserap oleh usus halus sehingga menyebabkan usus harus bekerja ekstra dalam mencerna makanan. Terjadi peningkatan gerakan peristaltic di usus, sehingga bisa menyebabkan diare dan muncul masalah keperawatan Gangguan Ketidakseimbangan elektrolit. Lemak yang tidak teremulsi dan tidak dapat diserap oleh usus juga menyebabkan masalah keperawatan Ketidskseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh. Selain fungsi hepar terganggu, ternyata terjadi kelainan jaringan parenkim kronis di hati yang menyebabkan Hipertensi Portal. Tekanan normal vena portal adalah 5-10 mmHg, saat terjadi hipertensi portal maka tekanan vena portal meningkat sehingga dapat menyebabkan varises di esophagus dan menyebabkan perdarahan gastrointestinal, dan terjadi hematemesis melena. Karena terjadi perdarahan dan juga hematemesis melena, maka terjadi kondisi hipokalemia dan anemia, karena darah dan elektrolit yang dikeluarkan dari tubuh, sehingga terjadi kondisi alkalosis. Saat kondisi alkalosis makan terjadi keadaan metabolic enselofatic dan dapat menyebabkan koma. Varises esophagus juga menyebabkan peningkatan tekanan hidrostatik dan peningkatan permeabilitas vaskuler, sehingga terjadi fitrasi cairan ke ruang ekstraselular. Saat terjadi akumulasi cairan ke ruang ekstraselular menyebabkan terjadi edema, asites dan mengganggu ekspansi paru, sehingga muncul masalah keperawatan Ketidakefektifan Pola Napas. Edema dan asites juga dapat menimbulkan masalah keperawatan Kelebihan volume cairan.
6.      Pemeriksaan Penunjang
a.       Pemeriksaan laboratorium
·           Complete blood count : pada sirosis hati bisa dijumpai Hb rendah (normal Hb: P : 12,0 – 14,0 g/dL, L : 13,0-16,0 g/dL) Hb rendah akibat hipersplemisme dengan leukopenia dan trombositopenia. Hb turun >10g/dL.
·           Serum albumin : Kadar albumin yang menurun merupakan gambaran kemampuan sel hati yang berkurang. Penurunan kadar albumin dan peningkatan kadar globulin merupakan tanda, kurangnya daya tahan hati dalam menghadapi stress seperti tindakan operasi. (Normal Albumin : 3,4 – 4,8 ), (normal globulin : 3,2 – 3,9 g/dL) Albumin turun menjadi 3.0 mgdL
·           Serum electrolytes :   Pemeriksaan kadar elektrolit penting dalam penggunaan diuretik dan pembatasan garam dlm diet. (Kadar elektrolit normal Natrium : 135-145 mmol/L,Klorida : 94 – 111 mmol/L, Kalium : 3,5-5,0 mmol/L)
·           Prothrombin Time : Waktu protrombin merupakan ukuran sintesis sel hati dan pada sirosis hati akan dijumpai pemanjangan waktu protrombin yangmenunjukkan adanya penurunan fungsi hati. Prinsip pemeriksaan ini, mengukur lamanya waktu yang dibutuhkan dalam detik untuk pembentukan fibrin dari plasma sitrat, setelah penambahan tromboplastin jaringan dan ion kalsium dalam jumlah optimal. Hasil pemeriksaan waktu protrombin tergantung dari beberapa hal seperti pengambilan bahan, penanganan bahan pemeriksaan, macam reagen yang dipakai dan teknik pemeriksaan. Masa protrombin yang memanjang menandakan penurunan fungsi hati.
·           Pemeriksaann CHE ( kolinesterase) : penting dalam menilai kemampuan sel hati. Bila terjadi kerusakan sel-sel pada hati, kadar CHE akan turun (normal CHE : 5,4  - 13,2 KU/L)
·           Keluaran Urea. Urea adalah bahan sisa dari metabolisme protein, dari dikeluarkan dalam air seni. Seperti keluaran kreatinin, tes ini mengukur jumlah urea yang dikeluarkan ke air seni selama beberapa jam, dan juga membutuhkan pengukuran tingkat urea dalam darah. 
·           Osmologi air seni. Tes ini mengukur jumlah partikel (bibit) yang dilarutkan dalam air seni, untuk menilai kemampuan ginjal untuk mengatur kepekatan air seni sebagaimana konsumsi air mengangkat atau menurun.
·           Nitrogen urea darah (blood urea nitrogen/BUN). Darah mengangkut protein ke sel di seluruh tubuh. Setelah protein dipakai oleh sel-sel, sisa produk buangan dikembalikan ke darah sebagai urea, yaitu mengandung nitrogen. Ginjal yang sehat mneyaring urea dari darah dan mengeluarkannya ke air seni. Bila ginjal tidak berfungsi dengan baik, urea ini (BUN) akan tetap ditahan dalam darah. Oleh karena itu, tingkat BUN yang tinggi dalam darah dapat menandai masalah ginjal.


b.      Pemeriksaan Radiologi
·         Scan / Biopsi hati : mendeteksi infiltrate lemak, fibrosis, kerusakan jaingan hati.
·         Kolesistography/ kolangiografi : memperlihatkan penyakit duktus empedu yang mungkin sebagai factor predisposisi.
·         Esofagoskopi : dapat melihat adanya varises esophagus dan sumber pendarahan.
·         Portography transhepatic percutaneus : memperlihatkan sirkulasi sistem vena portal.
·         USG : melihat gambaran atau penampang hati ( hati yang tampak membesar, terlihat permukaan irregular dan tepi hati tumpul, terlihat penebalan
yang tidak teratur).
·         Angiografi : untuk mengukur tekanan vena porta, hasil meningkat  (normal tekanan vena porta : 5-10 mmHg).
·         Laparaskopi : Melihat jelas permukaan hati yang penuh dengan benjolan         berbentuk nodul besar dan kecil. Dapat terlihat juga pembesaran limfa.
·         CT- Scan

                              Terlihat ada lesi di bagian hepar

                                    Gambar 5. CT scan sirosis hepatic



                                 Gambar 6. CT scan sirosis hati dan hati normal

7.      Penatalaksanaan Medis
a.       Non farmakologi
·         Bed Rest
Pasien dengan penyakit sirosis hati umumnya mengalami keletihan, sehingga perlu diistirahatkan supaya dapat mengembalikan energy dalam tubuh.
·         Positioning
Pasien dengan sirosis hati umumnya mengalami nyeri hebat, sehingga perawat perlu memberikan intervensi mandiri pada pasien misalnya dengan melakukan positioning untuk mengurangi rasa nyeri pada pasien.
·         Edukasi teknik relaksasi
Mengajarkan kepada klien teknik relaksasi seperti membaca buku atau koran, menonton film jika teknologi memungkinkan, mengobrol dengan keluarga atau pasien lain, sehingga dapat melupakan nyeri yang menyerangnya.
·         Membantu pasien mobilisasi
Pasien dnegan sirosis hati umumnya yang mengalami kelemahan tidak mampu berpindah dari tempat tidur kekursi, atau pun jika pasien ingin kekamar mandi, jadi, sebagai perawat perlu membantu pasien untuk mobilisasi.
·         Membantu pasien memenuhi ADL
Pasien dengan sirosis hati umumnya tidak dapat memenuhi ADL nya dengan baik, akibat kelemahan, edema atau nyeri yang menyerangnya, perawat perlu membantu pasien untuk memenuhi ADL nya baik itu secara penuh maupun sebagian.
·         Membantu pasien perawatan mulut
Pasien dengan sirosis hati biasanya mengalami mulut dan nafas yang berbau menyengat dan pasien seringkali mengalami mual dan muntah.
·         Terapi Nutrisi
Pasien dengan sirosis hati umumnya mengalami mual dan muntah hingga menyebabkan turunnya berat badan hingga anoreksia, oleh Karena itu perawat perlu memberikan terapi nutrisi yang adekuat kepada pasien, diet yang biasanya diberikan adalah diet tinggi kalori hingga 3000kkl/hari, seperti:
·           Diet rendah protein
Diet ini sangat baik diberikan karena fungsi hati yang sudah terganggu dan tidak bisa memetabolismen protein dengan baik, sehingga memungkinkan tubuh untuk kelebihan protein. Diet rendah protein secara rutin direkomendasikan untuk pasien dengan sirosis, dengan harapan untuk mengurangi produksi ammonia usus dan mencegah eksaserbasi ensefalopati hati Makanan rendah protein dapat ditemukan di dalam buah-buahan dan sayur-sayuran. Perlu dibatasi pemberian daging-dagingan, telur, ikan, susu dan makanan-makanan yang terbuat dari bahan yang tinggi protein.
·          Diet rendah lemak
Akibat dari fungsi hati yang terganggu adalah ketidakmampuan memetabolisme dan mengolah lemak dalam tubuh, sehingga tubuh kelebihan lemak yang biasanya dikeluarkan melalui feses. Oleh karena itu diet rendah lemak sangat cocok untuk pasien ini, untuk mengurangi kerja hati dan meminimalkan asupan lemak kedalam tubuh. Makanan rendah lemak dapat di temui pada buah-buahan dan sayur.
Pasien sirosis dengan asites dan edema adalah menerapkan diet rendah natrium. Tingkat pembatasan sodium tergantung pada kondisi pasien.

·         Parasentesis
Parasentesis adalah tindakan untuk melakukan pengambilan cairan di dalam rongga tubuh untuk mengatasi penimbunan cairan secara tidak normal di rongga peritoneum. Parasentesis dilakukan untuk alasan diagnostic dan bila asites menyebabkan kesulitan bernafas yang berat akibat volume cairan yang besar. Parasentesis cairan asites dapat dilakukan 5-10 ltr/hr, dengan catatan harus dilakukan infuse albumin sebanyak 6-8 gr/L cairan asites yang dikeluarkan. Efek dari parasentesis adalah hipovolemia, hipokalemia, hiponatremia, ensefalopati hepatica dan gagal ginjal. Cairan asites dapat mengandung 10-30 gr protein/L, sehingga albumin serum kemudian mengalami deplesi, mencetuskan hipotensi dan tertimbunnya kembali cairan asites.
·         Ligasi varises
      Mengikat pembuluh darah yang sedang berdarah dengan pita elastis. Ini adalah pengobatan pilihan untuk perdarahan varices esophagus. Selama prosedur ini, dokter menggunakan endoskopi untuk menjerat varises dengan band elastis, yang pada dasarnya mencekik pembuluh darah. Ligasi Variceal biasanya menyebabkan komplikasi serius lebih sedikit daripada perlakuan lainnya.  Ini juga kurang kemungkinan mengakibatkan pendarahan berulang
·       Balon tamponade
         Prosedur ini kadang-kadang digunakan untuk menghentikan pendarahan parah sambil menunggu prosedur yang lebih permanen. Tabung A dimasukkan melalui hidung dan ke dalam perut dan kemudian meningkat. Tekanan terhadap pembuluh darah sementara dapat menghentikan pendarahan.
·         Pintasan portosistemik intrahepatik transjugularis.
Dalam prosedur ini tabung kecil yang disebut shunt ditempatkan antara vena portal dan vena hati, yang membawa darah dari hati kembali ke jantung. Tabung ini tetap terbuka dengan stent logam. Dengan menyediakan jalur buatan untuk darah melalui hati, shunt sering dapat mengontrol perdarahan dari varises kerongkongan. Tapi TIPS dapat menyebabkan sejumlah komplikasi serius, termasuk gagal hati dan ensefalopati, yang dapat berkembang ketika racun yang biasanya akan disaring oleh hati dilewatkan melalui shunt langsung ke dalam aliran darah. TIPS terutama digunakan ketika semua pengobatan lain gagal atau sebagai tindakan sementara pada orang menunggu pencangkokan hati.

b.      Farmakologi
Tidak ada obat yang begitu spesifik untuk sirosis hepatis. Namun, ada obat-obat yang digunakan untuk mengobati tanda gejala dan komplikasi dari penyakit hati. Antara lain sebagai berikut :
·         Obat Oral
·         Vasopressin (Pitressin)
Homeostasis dan mengontrol perdarahan di varises esofagus, penyempitan dari arteri splanchnic
·         Propanolol (Inderal)
Obat ini bekerja dengan cara menurunkan tekanan vena portal, mengurangi perdarahan varises esophagus.
·         Lactulose (Cephulac)
Obat ini bekerja dengan melakukan pengasaman pada kotoran di usus dan menjebak amonia, menyebabkan itu tereliminasi dalam kotoran
·         Neomycin Sulfate
Obat ini bekerja dengan cara mengurangi flora bakteri, mangurangi formasi dari ammonia
·         Chlorpromazine
Obat ini berfungsi untuk mengendalikan mual dan muntah
·         Magnesium Sulfate
Obat ini bekerja dengan melakukan penggantian magnesium, hypomagnesemia terjadi dengan disfungsi hati


·         LACTULAX 60 Ml Sirup
Obat ini berfungsi untuk mengatasi Konstipasi kronik dan ensefalopati portal sistemik
·         Diuretics
-          Spironolactone (Aldactone)
Obat ini bekerja dengan cara menghambat terbuangnya kalium dari tubuh. Karena itu, obat ini juga bisa mengatasi kadar potasium rendah dan memblok aksi aldosteron
-          Amiloride (Midamor)
Obat ini bekerjan dengan cara menghambat reabsorbsi natrium dan sekresi kalium
-          Triamterene (Dyrenium)
Obat ini bekerja dengan cara menghambat reabsorbsi natrium dan sekresi kalium
-          Chlorothiazide (Diuril)
Ubat ini bekerja bekerja pada tubulus proksimal untuk mengurangi reabsorbsi natrium dan air.
-          Furosemide (Lasix)
Obat ini bekerja bekerja pada tubulus distal dan loop of henle untuk mencegah reabsorbsi natrium dan air

·         Obat injeksi
-          NaCl 0,9%
Untuk mengembalikan keseimbangan elektrolit pada dehidrasi.
-          Omeprazol inj
Untuk mengurangi nyeri pada ulu hati, namun obat ini memiliki efek samping yang mempunyai kadar kalsium tubuh yang rendah atau gangguan tulang.
-          Vit K inj
Vitamin K untuk membantu mengikat kalsium ke dalam tulang dan menempatkannya di tempat yang tepat.
-        Tutofusin
Cairan ini bermanfaat untuk memenuhi kebutuhan cairan dan elektrolit pasien khususnya saat pasien mengalami dehidrasi isotonik dan kehilangan cairan intraselular.
c.       Pembedahan
·         Laparoskopi
      Tindakan ini dilakukan untuk melihat kemungkinan pertumbuhan jaringan parut pada hati dan sejauh maka telah terjadi pembentukan jaringan parut.
·         Transplantasi hati
      Operasi transplantasi hati dimulai dengan mengambil organ hati dari pasien  dan menggantinya dengan hati yang berasal dari donor namun dengan beberapa konplikasi. Usia harapan hidup setelah transplantasi hati sangat beragam, tergantung dari kondisi masing-masing. Secara umum, lebih dari 70% pasien yang menjalani transplantasi hati berhasil bertahan hidup selama setidaknya lima tahun setelah operasi.

8.      Komplikasi
a.    Perdarahan Gastrointestinal
Setiap penderita sirosis hepatis dekompensata terjadi hipertensi adalah koma hepaticum dan timbul varises esophagus. Varises esophagus bisa pecah, sehingga timbul perdarahan yang massif. Sifat perdarahan yang ditimbulkan adalah mual, muntah darah atau hematemesis.
b.      Koma Hepatikum
Timbulnya koma hepatikum adalah sebagai akibat dari faal hati sendiri yang sudah sangat rusak, sehingga hati tidak dapat melakukan fungsinya sama sekali. Hepatikum juga dapat timbul sebagai akibat perdarahan, parasentese, gangguan elektrolit, obat-obatan dll.
c.       Ulkus Peptikum
Timbulnya ulkus peptikum pada  penderita sirosis hepatis lebih besar dari penderita normal. Kemungkinan disebutkan diantaranya timbul hiperemi pada mukosa gaster dan duodenum, resistensi yang menurun pada  mukosa dan kemungkinan lai ialah timbul defisiensi makanan.
d.      Karsinoma hepatoselular
Kemungkinan timbulnya karsinoma pada sirosis hepatis terbentuk pada bentuk postnekrotik ialah adanya hiperplasi noduler yang akan berubah menjadi adenomata multiple kemudian berubah menjadi karsinoma yang multiple.
e.       Hipertensi Portal
Dikarenakan pembentukan jaringan parut mengobstruksi sinusoid dan aliran darah dari vena portal menuju ke vena hepatic. Tekanan didalam sistem vena portal, yang mengalir di jalur gastrointestinal, pancreas dan limfa meningkat. Peningkatan tekanan ini membuka pembuluh darah di esophagus, dinding anterior abdomen, dan rectum. Varises esofagus adalah kondisi pembuluh darah abnormal di mana pembuluh darah membesar di bagian bawah kerongkongan. Varises esofagus berkembang ketika aliran darah yang normal ke hati diperlambat. Darah kemudian kembali ke pembuluh darah kecil di dekatnya,seperti kearah kerongkongan, hingga menyebabkan pembengkakan pembuluh. Ketika aliran darah ke hati diperlambat, darah akan membuat cadangan, hingga menyebabkan peningkatan tekanan pada pembuluh darah besar (vena portal) yang membawa darah ke hati. Pembuluh darah yang rapuh dan berdinding tipis ini kemudian mulai membengkak  karena asupan darah tambahan.
f.     Hepatic Encephalophaty
Metabolisme pada produk nitrogen di saluran pencernaan menjadi produk metabolic yang toksik bagi SSP. Degradasi urea dan protein ini akan menjadi produk ammonia yang melalui aliran darah akan menenmbus sawar darah otak dan mengakibatkan perubahan neuropsikiatrik di  SSP.
Gamma aminobutyric acid yang bekerja sebagai inhibitor neurotransmitter yang diproduksi juga didalam saluran pencernaan terlihat mengalami peningkatan jumlah dalam darah pada pasien dengan sirosis hati.

9.      Prognosis
Sampai saat ini belum ada bukti bahwa penyakit sirosis hati reversible. Sirosis yang disebabkan hemokromatosis dan penyakit Wilson’s ternyata pada penyembuhan timbul regresi jaringan ikat. Sirosis karena alcohol prognosisnya baik bila pasien berhenti minum alcohol.
Peradangan tergantung pada luasnya kegagalan hati/kegagalan hepatosesular, beratnya hipertensi portal dan timbulnya komplikasi lain. Penyebab kematian 500 kasus sirosis hepatis adalah sebagai berikut
43 % penyebab kematian di luar hati, yaitu;
      22 % oleh kardiovaskuler
      9 % keganasan ekstra hepatic
      7 % infeksi
      5 % di luar hati lainnya
57 % penyebab kematian pada hati, yaitu:
      13 % kegagalan hati disertai pendarahan saluran cerna
      14 % perdarahan saja
      4 % kanker hati primer/ hepatoma
2        % hati lainnya









BAB III
KONSEP DASAR KEPERAWATAN
I.       Konsep Dasar Keperawatan
1.         Pengkajian
A.    Data Subjektif
a.         Identitas: Jenis kelamin, usia, pekerjaan
b.        Keluhan utama: Kelemahan, tidak bisa makan, nyeri, sesak napas
c.         Riwayat  kesehatan  sekarang: Nyeri tumpul di epigastrium, sesak napas, asites, pusing, mual, muntah, epitaksis.
d.        Riwayat kesehatan masa lalu: Pernah menderita hepatitis, memiliki penyakit bawaan seperti hemokromatis, Wilson’s disesase, pernah keracunan obat-obatan, penyumbatan kantung empedu.
e.         Riwayat penyakit keluarg: Penyakit hemokromatis, atresia bilier.
f.          Pengkajian Fisik
1.      Keadaan Umum
Keadaan umum: Lemah
Kesadaran: Compos Mentis
2.      Kepala: Pada umumnya rambut agak kotor, kulit kepala lembab, tidak ada lesi di kepala, wajah akan terlihat  pucat akrena anemia
3.      Mata: Umumnya Sklera kuning, konjungtiva pucat palpebra pucat,
4.      Telinga: Umumnya Bersih, sedikit cerumen, tidak ada lesi.
5.      Hidung: Umumnya Bersih, tidak ada penyimpangan septum nadi.
6.      Mulut: Umumnya Agak kotor, tidak ada lesi pada mulut.
7.      Leher: Umumnya tidak ada pembesaran kelenjar dan tiroid, tidak ada kaku kuduk
8.      Thorax: Umumnya bentuk dada normal, suara napas ronchi
9.      Abdomen: Umumnya penderita tampak asites, umbilicus menonjol, teraba hepar dan spleen, pekak beralih saat diperkusi, peristaltik umumnya normal (5-30 x/menit)
10.  Ektremitas: pada umumnya kedua kaki oedem dari lutut sampai telapak kaki.

g.        Pengkajian 11  Pola Gordon
1.      Health perception and health promotion
Pada umumnya, pasien dengan sirosis hepatik tidak mengetahui jika penyakitnya atau kebiasaan seperti akan berlanjut menjadi penyakit yang lebih kronis. Dimulai dari pengelolaan makanan yang salah serta sanitasi yang buruk dan mekanisme koping stress yang salah dengan berlari pada kansumsi alkohol yang berlebih. Sehingga, pasien dengan sirosis hati mempersepsikan gejala yang dialaminya adalah sudah biasa dan tetap melakukan kebiasaanya.
2.      Values and believes
Karena adanya perubahan  status kesehatan dan penurunan fungsi tubuh yang menurun secara berangsur-angsur sehingga menghambat penderita sirosis hepatica dalam melaksanakan ibadah bersama-sama dengan keluarga dan menjalankan pola ibadah seperti biasanya.
3.      Role and relationship
Menanyakan hubungannya dengan orang-orang yang berada disekitarnya karena pada penderita sirosis hepatic akan merasa mudah lelah, dan mempunyai bau mulut yang apek manis sehingga penderita sirosis akan lebih memilih untuk mengurung diri dan akan mengganggu pola peran yang dilakukan penderita sebelu sakit.
4.      Self concept and self perception
Dengan kondisi yang semakin memburuk dengan gejala yang bermacam-macam, sehingga pada pasien dengan sirosis penurunan angka harapan hidup sering terjadi dan penderita akan merasa tidak berguna dan menyusahkan keluarga karena tidak dapat melakukan perannya dengan baik.

5.      Stress and coping mechanism
Mengkaji mengenai koping pasien dalam menangani stressnya dikarenakan pada pasien sirosis hepatic dengan prognosis yang sangat kecil, perasaan tidak berdaya karena ketergantungan menyebabkan reaksi psikologis yang negatif berupa marah,ingin bunuh diri, kecemasan, mudah tersinggung dan lain-lain, dapat menyebabkan penderita tidak mampu menggunakan mekanisme koping konstruktif/ adaptif .
6.      Sleep and rest
Pola tidur dan istirahat pasien dengan sirosis biasanya terganggu. Hal ini diakibatkan nyeri tumpul didaerah epigastrium, ascites dan puritus. Tanyakan pada pasien, bagaimana pola tidur sebelum dan selama sakit, apakah ada perubahan.
7.      Cognition and perception
Umumnya penderita sirosis tidak mengetahui gejala awal yang ditunjukan akan menjadi gangguan yang besar dalam tubuhnya. Tetapi ketika manifestasi yang muncul semakin parah dan mengganggu kondisi tubuh, rasa cemas akan muncul yang akan menganggu persepsi klien jika tidak diikuti dengan penjelasan yang jelas.
8.      Nutrition and Metabolism
Pola makan sebelum sakit pada penderita sirosis tergolong normal tetapi kandungan makanan dan minuman yang tinggi lemak, tinggi protein dan konsumsi alkohol berlebih serta kandungan makanan lainnya yang dapat mempengaruhi kerja hepar.
Pola makan saat sakit sedikit karena adanya penurunan nafsu makan yang disertai rasa mual dan ingin muntah, dispepsia dan perut kembung. Terlihat dari hasil CT Scan menunjukan fatty liver. Asites karena adanya penumpukan natrium dengan hasil lab kadar natrium tinggi.

9.      Eliminasi
Pada pasien sirosis hepatica, urine akan berwarna gelap jarang berkemih, feses berwarna pucat, sering flatus, masalah dengan BAB (diare atau konstipasi). Ditandai dengan feses mengandung lemak dan protein.
10.  Activity and exercise
Pasien sirosis hati akan mengalami kelemahan diakibatkan berkurangnya metabolisme energi dan penurunan Hb serta peningkatan tekanan vena porta.
11.  Reproduksi dan seksualitas
Pada pria penumbuhan payudara, penyempitan testiskular, impoten, penurunan libido (gairah seksual). Pada wanita terjadi amenorrhea pada wanita muda dan perdarahan pada wanita tua. Karena terjadinya gangguan metabolisme pada hormon estrogen dan testosteron.

h.        Data Objektif
1.         General : Demam, cahexia, kelelahan pada ekstremitas
2.         Integumentary: Sklera ikterik, Jaundice, petechiae, ecchymoses, spider angiomas, palmar erythema, alopecia, hilangnya rambut pada axilla dan pubis, peripheral edema.
3.         Respiratory: Takipnea, epistaksis
4.         Gastrointestinal: Distensi abdomen, ascites, pelebaran vena pada dinding abdomen, liver dan spleen teraba, bau nafas; hematemesis; tinja berwarna gelap; hemoroid
5.         Neurologi: Attered mentation, asteriksis
6.         Reproduktif: Gynecomastia dan  testicular atrophy, impotence, penurunan libido, amenorrhea atau perdarahan besar pada saat menstrusi
7.         Possible  Findings: Anemia, thrombocytopenia, leukopenia, serum albumin menurun, potasium menurun, gangguan fungsi hepar, coagulation studies meningkat, ammonia, and bilirubin levels, abnormal abdominal ultrasound and liver scan; positive liver biopsy.

2.       Analisa Data
Data
Etiologi
Masalah Keperawatan
DO :
-        Perubahan pola napas
-        Asites
-        Lingkar perut bertambah
-        Bilirubin terkonjugasi dan tak terkonjugasi (meningkat)
-        Urobilinogen urin (meningkat)
-        Masa protrombin (memanjang)
-        Trombosit, eritrosit, leukosit (menurun)
-        Hypokalemia
-        Hiponatremia
-        Enzim-enzim serum; ALT, AST, LDH dan alkalin fosfatase (meningkat)
-        Distensi vena jugularis
-        Ansietas

DS :                        
-        Pasien  mengeluh perut terasa kembung
-        Pasien mengeluh sesak napas
-        Pasien mengeluh jarang BAK
Pembentukan asites
Kelebihan volume cairan
DO:
-        Anoreksi
-        Dispepsia
-        Flatulens (perut kembung)
-        Muntah
-        Perubahan kebiasaan BAB (diare atau konstipasi)
-        Kerontokan pada rambut pada aksila dan pubis pasien
-        Steatorhea

DS:
-        Pasien mengatakan mual
-        Pasien mengeluh adanya perubahan kebiasaan BAB (diare atau konstipasi)
-        Pasien mengatakan mengalami penurunan nafsu makan


Gangguan pembentukan empedu
Ketidakseimbagan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
DO
-        Kelemahan
-        Anemia
-        Takipnue

DS:
-        Pasien mengatakan mudah lelah
Anemia
Intoleransi aktifitas
DO:
-        Perubahan aktual pada struktur tubuh (pada pria pertumbuhan jaringan payudara secara berlebihan, kehilangan rambut pada axila dan pubis, penyempitan testikular, impotensi, dan penurunan libido
-        Ikterik
-        Bau apek manis yang terdeteksi dari nafas

DS:

Kelainan hormon estrogen dan testosteron
Gangguan citra tubuh
DO:
-        Takipneu
-        Ekspansi dada terhambat

DS:
-        Pasien mengatakan sesak napas
Expansi dada tidak terganggu
Ketidakefektifan pola nafas
DO:
-        Perubahan frekuensi pernapasan

DS:
-        Klien mengeluh merasakan nyeri lepas pada abdomen  kuadran kanan atas atau epigastik
hepatomegali
Nyeri akut
DO:
-        Jaundice
-        spider nevi yang biasa muncul dihidung, dipipi, bagian atas tubuh, leher dan bahu.
-        Palmar erythema yang biasanya timbul ditangan.
-        Edema
-        Kulit kering

DS:
-        Pasien mengeluh merasakan gatal-gatal
Meningkatnya sirkulasi estrogen karena gangguan hati dalam memetabolisme hormon steroid
Kerusakan integritas kulit
DO:
-         Gangguan fungsi hati
-         Trombositopenia
-         Leukopenia
-         Anemia
-         Gangguan koagulasi
-         Amenorhea
-         Perdarahan vagina

DS:
-         Pasien mengeluh sering terjadi perdarahan pada hidung, gusi
-         Pasien mengeluh mengalami menstruasi berat
-         Pasien mengatakan bahwa dirinya mudah memar
Adanya pembesaran limfa, hipertensi portal
Resiko perdarahan
DO:
-         Diare
-         Disfungsi endokrin
-         Kelebihan cairan
-         Muntah

DS:
-         Pasien mengatakan sering BAB dan mual

Gangguan pembentukan empedu
Resiko ketidakseimbangan elektrolit





3.      Diagnosa Keperawatan
a.       Pola nafas tidak efektif (b.d) Penurunan ekspansi dada
b.      Ketidakseimbagan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d intake yang tidak adekuat.
c.       Kelebihan volume cairan b.d tekanan hidrostatik yang meningkat ditandai dengan ascites.
d.      Nyeri akut b.d pembesaran hati
e.       Kerusakan integritas kulit b.d penumpukan garam empedu dibawah kulit
f.        Gangguan citra tubuh b.d peningkatan bilirubin tidak terkonjugasi ditandai dengan ikterik diseluruh tubuh.
g.      Intolerasi aktivitas b.d penurunan produksi sel darah merah ditandai dengan kelemahan
h.      Resiko ketidakseimbangan elektrolit b.d gangguan peristaltik.
i.        Resiko perdarahan b.d gangguan sintesis Vit K

4.      Intervensi dan Rasional
a.        Diagnosa keperawatan: Pola nafas tidak efektif (b.d) penurunan ekspansi dada
Tujuan: Setelah dilakukan perawatan selama 2 x 24 jam, pasien mengalami peningkatan keefektifan pola nafas.
Kriteria hasil :
§   Mendemonstrasikan batuk efektif dan suara nafas yang bersih, tidak ada sianosis dan dyspnea (mampu mengeluarkan sputum, mampu bernafas dengan mudah, tidak ada pulse lips).
§   Menunjukan jalan nafas yang paten (klien tidak merasa tercekik irama nafas, frekuensi pernafasan dalam rentan normal, tidak ada suara nafas abnormal).
§   Tanda vital dalam rentan normal (tekanan darah, nadi dan pernafasan).



Intervensi
Rasional
NIC :
1.      Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi

2.      Keluarkan secret dengan batuk atau dengan suctioning

3.      Monitor respirasi dan status O2


4.      Auskultasi suara nafas, catat adanya suara tambahan

1.      Membantu kelancaran jalan nafas pasien


2.      Untuk membantu membersihkan jalan nafas pasien

3.      Untuk memonitor keadekuatan pernafasan klien, atau apakah ada gangguan pada ventilasi pernafasan

4.      Memonitor kepatenan jalan napas, biasanya bunyi ronki dan wheezing menyertai obstruksi jalan nafas / kegagalan pernafasan

b.        Diagnosa keperawatan: Ketidakseimbagan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d intake yang tidak adekuat
Tujuan: Setelah dilakukan perawatan dalam waktu 3 x 24 jam, kebutuhan nutrisi pasien terpenuhi/adekuat
Kriteria hasil:
§   Mempertahankan keseimbangan intake cairan dan asupan nutrisi sesuai dengan kebutuhan pasien.
§   Tidak terjadi penurunan berat badan yang berarti

Intervensi
Rasional
- Monitor adanya penurunan berat badan

- Monitor kulit kering dan adanya perubahan pigmen


- Monitor mual dan muntah



- Monitor kadar albumin, total protein, Hb, dan kadar Ht

- Monitor warna konjungtiva
-Monitor kalori dan intake nutrisi

- Pastikan diet yang digunakan adalah diet rendah serat dan protein

- Edukasi pasien mengenai kebutuhan nutrisi
- Penurunan berat badan menunjukan kebutuhan nutrisi yang tidak adekuat

- kulit kering dan perubahan pigmen juga dapat menunjukan bahwa nutrisi yang didapatkan pasien tidak adekuat

- mual dan muntah dapat memperburuk keadaan/ status nutrisi pasien dan menjaga keseimbangan asam basa tubuh

- Untuk memonitor status nutrisi



-    Apabila konjungtiva berwarna pucat maka itu menunjukan bahwa nutrisi yang diperlukan oleh tubuh tidak terpenuhi

-   Mengetahui jumlah kalori dan nurisi yang masuk
                    

-   Pasien dapat mengetahui dan mencatat kebutuhan nutrisi yang diperlukan

c.         Diagnosa keperawatan: Kelebihan volume cairan b.d tekanan hidrostatik yang meningkat ditandai dengan ascites.
Tujuan: setelah dilakukan perawatan selama 3 x 24 jam, kadar volume cairan berkurang hingga normal
Kriteria hasil:
§   Terbebas dari edema dan asites
§   Tanda-tanda vital normal
§   Terbebas dari kelelahan, kecemasan atau kebingungan

Intervensi
Rasional
NIC:
1.      Pertahankan catatan intake dan output yang akurat.



2.      Monitor hemodinamik termasuk CVP, MAP, PAP, dan PCWP





3.      Kaji lokasi dan luas edema


4.      Monitor masukan makanan/cairan dan hitung kalori


5.      Monitor vital sign.


1.      Menunjukkan status volume sirkulasi, terjadinya/perbaikan perpindahan cairan, dan respon terhadap terapi. Keseimbangan positif/peningkatan berat badan sering menunjukkan retensi cairan lanjut

2.      Peningkatan tekanan darah biasanya berhubungan dengan kelebihan volume cairan, mungkin tidak terjadi karena perpindahan cairan keluar area vaskuler. Distensi juguler eksternal dan vena abdominal sehubungan dengan kongesti vaskuler..

3.      Perpindahan cairan pada jaringan sebagai akibat retensi natrium dan air, penurunan albumin, dan penurunan ADH

4.       Peningkatan tekanan darah biasanya berhubungan dengan kelebihan volume cairan, mungkin tidak terjadi karena perpindahan cairan keluar area vaskuler.

5.       Peningkatan tekanan darah biasanya berhubungan dengan kelebihan volume cairan

d.    Diagnosa keperawatan : Nyeri akut b.d pembesaran hati
Tujuan: setelah dilakukan perawatan selama 3 x 24 jam masalah nyeri teratasi.
Kriteria hasil:
§   Mampu mengontrol nyeri (tahu penyebab nyeri, mampu menggunakan teknik nonfarmakologi, untuk mengurangi nyeri, mencari bantuan)
§   Melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan menggunakan mananjemen nyeri
§   Mampu menganalisis nyeri (skala, intensitas, frekuensi dan tanda nyeri)
§   Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang.
Intervensi
Rasional
NIC :
1.    Lakukan pengkajian nyeri secara kompherensi termasuk PQRSTU

2.    Control lingkungan yang dapat mempengaruhi nyeri seperti suhu, ruangan, pencahayaan, dan kebisingan.

3.    Ajarkan tentang teknik non farmakologi



4.    Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan



5.    Berikan Analgesic untuk mengurangi nyeri.

1.   Untuk mengetahui kondisi nyeri yang akan menimbulkan maslah lainnya, dan untuk memberikan intervensi lebih lanjut.

2.   Untuk memberikan kondisi lingkungan yang kondusif untuk meningkatkan kenyamanan pasien dan membantu mengurangi nyeri


3.   Untuk mengajarkan pasien bagaimana cara mengatasi nyeri yang suatu saat timbul dengan tiba-tiba, bisa dengan tehnik relaksasi dan pengaturan posisi.

4.   Untuk memvalidasi apakah skala nyeri yang diungkapkan oleh klien sesuai dengan apa yang dirasakan jika dilihat dari rekasi nonverbalnya, seperti pasien terlihat sedang menanhan sakit.

5.   Untuk mengurangi rasa nyeri apabila rasa nyeri sudah sangat mengganggu dan tidak tertahankan dan apabila rasa nyeri sudah tidak dapat diatasi dengan tindakan non farmakologi.

e.    Diagnosa Keperawatan: Kerusakan integritas kulit (b.d) penumpukan garam empedu dibawah kulit
Tujuan: Setelah dilakukan perawatan selama 3 x 24 jam, pasien mengalami perbaikan integritas kulit
Kriteria hasil:
§   Integritas kulit yang baik bisa dipertahankan (sensasi, elastisitas, temperatur, hidrasi dan pigmentasi)
§   Tidak ada luka/lesi pada kulit
§   Perfusi jaringan baik
§   Menurunkan pemahaman dalam proses perbaikan kulit dan mencegah terjadinya cedera berulang
§   Mampu melindungi kulit dan mempertahankan kelembaban kulit dan perawatan alami.
Intervensi
Rasional
NIC :
1.      Anjurkan pasien untuk menggunakan pakaian yang longgar.


2.      Kurangi kerutan pada tempat tidur.



3.      Mobilisasi pasien (ubah posisi) setiap dua jam sekali


4.      Monitor status nutrisi pasien



5.   Monitor kulit akan adanya kemerahan

1.      Biasanya mengurangi tekanan dari pakaian dan membuarkan luka terbuka akan meningkatkan proses penyembuhan dan mengurangi resiko infeksi

2.      Kerutan yang ada pada linen tempat tidur akan menambah kerusakan integritas pada pasien dengan turgor kulit yang kurang baik.

3.      Dengan mengubah posisi pasien secara berkala akan mengurangi kerusakan dan menghindari luka tekan


4.      Pasien yang kekurangan nutrisi dari kebutuhan tubuh ditandai dengan turgor kulit yang buruk, sehingga beresiko tinggi untuk menambah kerusakan integritas kulit.

5.    Untuk memberikan penanganan secepat mungkin, agar kerusakan pada kulit tidak semakin parah

f.     Diagnosa keperawatan : Gangguan citra tubuh b.d peningkatan bilirubin tidak terkonjugasi ditandai dengan ikterik diseluruh tubuh.
Tujuan: Setelah dilakukan perawatan selama 3 x 72 jam, pasien mengalami konjugasi peningkatan bilirubin dengan baik.
Kriteria hasil :
§   Body image positif
§   Mampu mengidentifikasikan kekuatan personal
§   Mendiskripsikan secara factual perubahan fungsi tubuh
§   Mempertahankan interaksi social

Intervensi
Rasional
NIC :
1.      Kaji verbal dan nonverbal respon klien terhadap tubuhnya

2.      Monitor frekuensi mengkritik dirinya



3.      Dorong klien untuk mengungkapkan perasaanya


4.      Fasilitasi kontak dengan individu lain dalam kelompok kecil



5.      Jelaskan tentang pengobatan, perawatan, kemajuan dan prognosis penyakit

1.      Untuk melihat apakah pasien menunjukan respon yang negative seperti menarik diri, tidak mau menatap mata, bicara sedikit,

2.      Untuk melihat apakan pasien dapat menunjukkan emosional ataupun metode koping maladaptive, dan apakah klien membutuhkan intervensi lebih lanjut.

3.      Berikan kesempatan pada pasien untuk mengidentifikasi rasa takut/kesalahan konsep dan menghadapinya secara langsung.

4.      Pasien mungkin saja membutuhkan dukungan selama berhadapan dengan gangguan yang membutuhkan proses jangka panjang/ ketidakmampuan menghadapi masalah.

5.      Untuk memberikan gambaran secara detail mengenai penyakit yang diderita untuk meningkatkan persepsi yang baik tentang dirinya.



g.    Intolerasi aktivitas b.d penurunan produksi sel darah merah ditandai dengan kelemahan
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan 2x24 jam, intoleransi aktivitas dapat diatasi dengan kriteria hasil:
§   Toleransi aktivitas yang bisa dilakukan pasien
§   Tanda-tanda vital pasien dalam rentan normal
§   Pasien mampu melakukan aktivitas secara mandiri
§   Pasien mampu berpindah dengan atau tanpa alat bantu
Intervensi
Rasional
1. Kaji tingkat kemampuan klien dalam melakukan gerak
1. Sebagai dasar untuk memberikan alternative dan latihan sesuai dengan kemampuannya
2. Rencanakan pemberian program latihan sesuai kemampuan pasien
2. Latihan pergerakan dapat meningkatkan otot dan stimulasi sirkulasi darah
3. Ajarkan klien tentang bagaimana melakukan aktivitas sehari-hari
3. Dapat meningkatkan pergerakan dan melakukan pergerakan yang aman
4. Libatkan keluarga untuk melatih mobilitas pasien
4. Dapat mendukung pasien untuk melakukan aktivitasnya
5. Bantu pasien untuk melakukan aktivitas dengan alat bantu, seperti kursi roda, cane
5. Untuk memudahkan pasien dan mengurangi pergerakan yang berlebihan dari pasien




h.    Diagnosa keperawatan: Resiko ketidakseimbangan elektrolit (b.d) gangguan peristaltik.
         Tujuan: Setelah dilakukan perawatan selama 1 x 24 jam, diharapkan cairan dan elektrolit klien seimbang.
                            Kriteria hasil:
§   Mempertahankan urine output sesuai dengan usia dan BB, Bj urine normal, HT normal
§   Tekanan darah, nadi, suhu, suhu tubuh dalam batas normal
§   Tidak ada tanda-tanda dehidrasi, elastisitas turgor kulit baik, membrane mukosa lembab, tidak ada rasa haus yang berlebihan.

Intervensi
Rasional
NIC :
1.      Pertahankan catatan intake dan output yang akurat

2.      Monitor status hidrasi (kelembaban membrane mukosa, nadi adekuat, tekanan darah ortistatik), jika diperlukan.

3.      Monitor vital sign



4.      Monitor status cairan



5.      kolaborasi dengan dokter dalam pemberian cairan infuse.

1.      Untuk memaksimalkan pemenuhan cairan dan elektrolit dari kebutuhan tubuh secara adekuat.

2.      Untuk melihat perkembangan apakah cairan dan elektrolit klien sudah membaik atau tambah memburuk



3.      Biasanya hipotensi,takikardi, dan demam dpat menunjukkan respon terhadap dan efek kehilangan cairan


4.      Untuk dapat menentukan berapa jumlah dan tipe cairan pengganti yang akan diberikan dilihat dari keadaan status cairan pasien.

5.      untuk mengganti cairan dan elektrolit secara adekuat dalam tubuh.

i.          Diagnosa Keperawatan: Resiko perdarahan b.d gangguan sintesis Vit K
Tujuan: Setelah dilakukan perawatan selama 3 x 24 jam, pasien mengalami sintesis vitamin K dengan baik sehingga menurunkan resiko perdarahan.
Kriteria hasil:
§   Tidak ada  hematemesis
§   Kehilangan darah yang terlihat
§   Tekanan darah dalam batas normal sistole dan distole
§   Tidak ada perdarahan pervagina
§   Tidak ada distensi abdominal
§   Hemoglobin dan hemotokrit dalam batas normal
§   Plasma, PT, PTT, dalam batas normal

Intervensi
Rasional
NIC :
1.Monitor ketat tanda-tanda perdarahan



2.Instruksikan pasien untuk membatasi aktifitas


3.Lindungi pasien dari trauma yang dapat menyebabkan perdarahan


4.Monitor nilai lab ( koagulasi) yang meliputi PT, PTT, Trombosit


5.Identifikasi penyebab perdarahan



1.    Penurunan trombosit merupakan tanda adanya kebocoran pembuluh darah yang pada tahap tertentu dapat menimbulkan tanda-tanda klinis seperti epistaksis, ptike

2.    Aktifitas pasien yang tidak terkontrol dapat menyebabkan terjadinya perdarahan.


3.    Mencegah terjadinya perdarahan lebih lanjut. Misalkan: gunakan sikat gigi yang lembut untuk mengurangi perdarahan pada gusi pasien

4.    Dengan trombosit yang dipantau setiap hari, dapat diketahui tingkat kebocoran pembuluh darah dan kemungkinan perdarahan yang dialami pasien

5.    Untuk dapat segera melakukan penanganan pada bagian tubuh yang mengalami perdarahan.



















Referensi

C. N. (2015, August 14). Cirrhosis of the Liver: Causes, Symptoms and Treatments.         Retrieved May 24, 2016, from      http://www.medicalnewstoday.com/articles/172295.php
LeMone, P., Burke, K. M., & Bauldof, G. (2014). Medical-Surgical Nursing: Pearson      New             International Edition: Critical Thinking in Patient Care Pearson custom    library (5th      ed.). London, England: Pearson Education.
Long, G. (2007). Virtual clinical excursions--medical-surgical for Lewis, Heitkemper,      Dirksen, O'Brien and Bucher: Medical -surgical nursing: Assessment and       management    of clinical problems (7th ed., Vol. 2). St. Louis: Mosby/Elsevier.
M. B., Dayrit, M. W., & Siswadi, Y. (2008). Seri Asuhan Keperawatan Klien Gangguuan             Hati. Jakarta, Indonesia: Penerbit Buku Kedokteran EGC
Thomson, A. D., & Cotton, R. E. (1997). Catatan Kuliah Patologi (3rd ed.). Indonesia:     EGC.
Waugh, A. (2006). Ross and Wilson Anatomy and Physiology: In health and illness (10th            ed.). Edinburgh: Churchill Livingston.