Asuhan Keperawatan kepada Pasien dengan Sirosis Hepatis
Selasa, 26 Juli 2016
Asuhan Keperawatan kepada Pasien dengan Sirosis Hepatis: AsuhanKeperawata...
Asuhan Keperawatan kepada Pasien dengan Sirosis Hepatis: AsuhanKeperawata...: Asuhan Keperawatan pada Pasien Sirosis Hepatica BAB I PENDAHULUAN I. ...
Asuhan Keperawatan kepada Pasien dengan Sirosis Hepatis: AsuhanKeperawata...
Asuhan Keperawatan kepada Pasien dengan Sirosis Hepatis: AsuhanKeperawata...: Asuhan Keperawatan pada Pasien Sirosis Hepatica BAB I PENDAHULUAN I. ...
Asuhan Keperawatan kepada Pasien dengan Sirosis Hepatis: AsuhanKeperawata...
Asuhan Keperawatan kepada Pasien dengan Sirosis Hepatis: AsuhanKeperawata...: Asuhan Keperawatan pada Pasien Sirosis Hepatica BAB I PENDAHULUAN I. ...
BAB I
PENDAHULUAN
I. Latar Belakang
Sirosis
hati adalah suatu kondisi di mana jaringan hati secara bertahap sekarat
(necrosis) dan digantikan oleh fibrosa jaringan (ikat). Karena penurunan fungsi hati secara
bertahap memburuk menyebabkan kematian, yang dikarenakan konsumsi alcohol
kronis dan infeksi virus hepatitis B, C, D.
Prevalensi
yang tepat dari sirosis seluruh dunia tidak diketahui. prevalensi sirosis
diperkirakan 0,15% atau 400.000 di Amerika Serikat, di mana ia menyumbang lebih
dari 25.000 kematian. Selama tahun 2001,
angka kematian di seluruh dunia diperkirakan dari sirosis adalah 771.000 orang,
peringkat ke-14 dan ke-10 sebagai penyebab utama kematian di dunia dan di negara-negara
maju. Pada tahun 2002 Sirosis menyebabkan 2,4% dari kematian
pada orang dewasa berusia 15 sampai 59 tahun. Hal
serupa telah dilaporkan dari Eropa, dan bahkan lebih tinggi di sebagian besar
negara-negara Asia dan Afrika di mana terjadi
infeksi kronis virus hepatitis B atau C. Kematian dari sirosis telah diperkirakan meningkat dan
akan menjadikannya sebagai 12 terkemuka penyebab kematian pada tahun 2020.
Menurut
laporan rumah sakit umum pemerintah di Indonesia, rata-rata prevalensi sirosis
hati adalah 3,5% seluruh pasien yang dirawat di bangsal penyakit dalam, atau rata-rata 47,4%
dari seluruh pasien penyakit hati yang dirawat.
Perbandingan
prevalensi sirosis pada pria : wanita adalah 2,1 : 1 dan usia rata-rata 44
tahun (PPHI,2013). Pria lebih sering terkena
sirosis hati dikarenakan gaya hidup mereka yang sering mengkonsumsi alkohol.
Dari
penjelasan diatas, maka kelompok memilih topik ini dengan tujuan untuk
memberikan informasi terkait sirosis hepatis, dan untuk meningkatkan
pengetahuan tentang asuhan keperawatan yang dapat diberikan kepada pasien.
BAB II
SIROSIS HEPATICA
A. Konsep Dasar Medik
1.
Definisi
Sirosis hepatis adalah penyakit kronis pada hepar dengan
inflamasi dan fibrosis hepar yang mengakibatkan distorsi struktur hepar dan
hilangnya sebagian besar fungsi hepar (M. B., Dayrit, M. W., & Siswadi, Y.
2008).
Sirosis hati adalah penyakit kronis progresif dicirikan
dengan fobrosis luas
( jaringan parut )
dan pembentukan nodul ( M. Black, 2014 ).
Sirosis hati merupakan komplikasi penyakit hati yang ditandai
dengan menghilangnya sel-sel hati dan pembentukan jaringan ikat dalam hati yang
ireversibel (PPHI, 2013).
Sirosis hepatic adalah penyakit kronis progresif yang
dikarakteristikan oleh penyebaran inflamasi dan fibrosis pada hepar. Jaringan
parut menggantikan sel-sel parenkim hepar normal sebagai upaya hepar untuk
meregenerasi sel-sel nekrotik (Engram, B. 1999).
Sirosis adalah suatu keadaan patologis yang menggambarkan
stadium akhir fibrosis hepatic yang berlansung progresif yang ditandai dengan
distorsi dari arsitektur hepar dan pembentukan nodulus regenerative (S. Aru,
2009).
Kesimpulannya, sirosis hati adalah penyakit kronis
progresif pada hati yang menimbulkan terjadinya jaringan parut dan pembentukan
nodul dan menyebabkan distorsi struktur hepar serta kegagalan fungsi hati
Klasifikasi
Sirosis
hati dibagi menjadi 4 macam berdasarkan etiologi yaitu:
a.
Sirosis Laennec
Sirosis ini disebabkan oleh alkoholisme dan
malnutrisi. Pada tahap awal ini,
hepar membesar dan mengeras. Namun, pada
tahap akhir hepar mengecil dan nodular.
b.
Sirosis Pascanekrotik
Terjadi
nekrosis yang berat pada sirosis ini karena hepatotoksin biasanya, berasal dari
hepatitis virus. Hepar mengecil dengan adanya nodul dan jaringan fibrosa.
c.
Sirosis Bilier
Penyebabnya
adalah obstruksi empedu dalam hepar dan duktus koledukus komunis (duktus
sistikus).
d.
Sirosis Jantung
Penyebabnya
adalah gagal jantung sisi kanan (gagal jantung kongestif).
Sirosis
yang paling sering dijumpai adalah sirosis pascanekrotik karena hepatotoksin.
Terdapat dua varietas utama tanpa makna
etiologi, yaitu:
a.
Makronoduler
Terdapat
rentang yang sangat luas dari ukuran nodulerlebih dari 0.3 cm. Sebagian besar ditemukan
pola vaskuler dari radikel vena yang tak dapatdiidentifikasi. Hepatosit
memperlihatkan efek hiperplastik dan sebagian besar traktus portal
memperlihatkan kolaps dan kemiripan yang menunjukan nekrosis sebelumnya.
b.
Mikronoduler
Jaringan
fibrosa agak lebih halus dan nodul-nodul lebih kecil dan dengan ukuran kurang atau sama
dengan 0.3 cm. secara histologis, radikel vena hepatica jarang sekali ditemukan
nodul-nodul terdiri dari lempeng sel hepar yang berlapis banyak.
2.
Etiologi
Penyebab
dari sirosis hepatic adalah :
a.
Virus Hepatitis B, C, D
VHB ditularkan melalui
darah dan cairan tubuh seperti air liur, air mani, cairan vagina dan air susu ibu. Virus masuk ke tubuh lewat kulit atau selaput
lendir tubuh yang rusak. Masa inkubasi
28 – 160 hari, rata rata 75 hari. Di
daerah endemik penularan sering terjadi pada waktu persalinan atau pada awal
pemberian makanan bayi. Penularan dari
ibu ke bayi merupakan penyebab terbesar hepatitis menahun yang mudah berkembang
menjadi kanker hati.
VHC terutama ditularkan
melalui darah. Transfusi darah merupakan
cara penularan yang ter-penting. Masa
inkubasi rata rata 7 minggu. Orang yang
mempunyai risiko tinggi mendapat VHC ialah mereka yang memerlukan tranfusi
darah berulang, menjalani cuci darah, cangkok organ dll. Cara penularan virus hepatits D sama dengan hepatitis
virus B. Yang unik ialah untuk bisa
terinfeksi VHD diperlukan bantuan VHB, sehingga VHD hanya dapat menginfeksi
penderita yang terkena hepatitis B.
Infeksi ini dapat terjadi bersamaan maupun sebagai infeksi tambahan pada
penderita VHB. Masa inkubasi VHD ialah
sekitar 35 hari.
b.
Alkohol
Dr. Laurentius
Panggabean, SpKJ, MS mengatakan batas maksimal tubuh manusia terhadap minuman
alkohol adalah 220 liter. Alkohol yang masuk kedalam
tubuh akan menyebabkan terjadinya perubahan
metabolisme dalam hati dengan menurunkan pembentukan dan pelepasan lipoprotein
sehingga terjadinya nekrosis, fibrosis, dan kerusakan jaringan hati fungsional
yang berkelanjutan menjadi pembentukan nodul dan penyusutan organ hati.
c.
Kelainan pada kantung
empedu
Ketika
saluran empedu di hati meradang dan menyumbat aliran empedu dihati dari empedu yang dapat merusak sel
hati dan menyebabkan sirosis hati (pembentukan jaringan parut pada hati). Atresia
bilier adalah suatu kondisi yang disebabkan oleh saluran
empedu tidak ada atau terluka, adalah penyebab paling umum dari sirosis pada
bayi.
d.
Gagal jantung kanan
Kegagalan jantung kanan Kegagalan jantung dalam jangka
waktu yang panjang akan mengurangi pemasokan O2 kedalam hati yang dapat
mengakibatkan terjadinya nekrosis dan pembentukan jaringan ikat pada hati.
Faktor
resiko terjadinya sirosis hepatic adalah
a.
Penyalahgunaan alkohol
b.
Hubungan seksual tanpa
pengaman
c.
Penyakit bawaan seperti
hemokromatis, Wilson’s Disease, dan penyakit hepatitis autoimun
d.
Penyuntikan sebagai
transmisi dari virus hepatitis B dan C
e.
Intrahepatik dan
ekstrahepatik
f.
Hepatotoksin (toksik)
g.
Obat-obatan
yang menyebabkan lesi patologis bervariasi luas pada hati
contoh obat yang mengakibatkan gejala seperti
siriosis bilier:
Asam valproat + klorpromazin, Fenotiazin, Klorpropamid + eritromisin, Tiabendazol, Tolbutamid, Fenitoin, Imipramin
Asam valproat + klorpromazin, Fenotiazin, Klorpropamid + eritromisin, Tiabendazol, Tolbutamid, Fenitoin, Imipramin
h.
Faktor genetika yang belum
teridentifikasi
3.
Manifestasi Klinis
a. Manifestasi Awal
Sirosis hati biasanya timbul secara tersembunyi dengan
gejala yang mendadak. Dimulai dengan gangguan pada GI meliputi :
·
Anoreksia
·
dispepsia
(nyeri saat setelah makan)
·
flatulens
(perut kembung)
·
mual dan muntah
·
serta perubahan
kebiasaan BAB (diare atau konstipasi).
Hal tersebut merupakan hasil dari metabolisme
karbohidrat, lemak dan protein. Biasanya pasien akan merasa nyeri tumpul pada
abdomen kuadran kanan atas atau epigastrium.
Manifestasi lainnya adalah demam, kelemahan, berat badan
menurun, pembesaran hati dan limfa. Biasanya hati akan teraba
pada pasien dengan penyakit sirosis hati.
b.
Manifestasi Lanjutan
Gejala lanjutan mungkin
akan lebih parah dan merupakan hasil dari gagal hati dan hypertensi portal.
Antara lain :
·
Jaundice atau
kekuningan
Jaundice ini disebabkan oleh gangguan fungsi dari sel-sel
hati dan penekanan pada kantung empedu berhubungan dengan pertumbuhan jaringan
yang berlebihan.
·
Gangguan pada kulit
Pada pasien dengan
sirosis hati, akan terlihat gangguan kulit seperti:
-
Spider nevi (kondisi medis yang
ditandai dengan terlihatnya, vena yang sedikit terpilin bewarna merah, ungu
atau biru yang terlihat seperti cabang-cabang pohon atau sarang laba-laba pada
permukaan kulit) yang biasa muncul dihidung, dipipi, bagian atas tubuh,
leher dan bahu. Hal ini terjadi karena peningkatan estradiol
(melindungi jantung, tulang dan otak).
-
Palmar erythema yang
biasanya timbul ditangan. Kedua gangguan kulit tersebut terjadi akibat
meningkatnya sirkulasi estrogen karena gangguan hati dalam metabolisme hormon
steroid.
-
Kaput medusa adalah pelebaran
vena-vena kutaneus di sekeliling umbilikus, yang terlihat pada bayi baru lahir
dan pasien-pasien yang menderita sirosis hepatis dan penyumbatan vena porta.
Hal ini disebabkan karena hipertensi portal, periumbilikalis vena agunan
dilatasi.
-
Pembesaran vena cutaneous disekililing umbilikus yang
terjadi pada penderita.
-
Kulit kering
-
Pruritus
karena produk garam empedu yang menumpuk di bawah kulit.
-
Ptechiae
-
Alopesia
(kebotakan berkurangnya hormone
testosteron)
-
Edema perifer akibat
hipoalbuminemia dan retensi garam dan air dan gagalnya sel hati untuk
menginaktifkan aldosteron dan hormon antidiuretik
·
Masalah hematologi
Pada pasien dengan sirosis hati , akan
terjadi masalah hematologi yang terjadi seperti :
-
Thrombositopenia adalah jumlah platelet
yang berkurang ( 150.000 – 450.000/microliter dikarenakan berkurangnya produksi
atau meningkatnya penghancuran trombosit.
-
Leukopenia adalah rendahnya jumlah total
sel darah putih (leukosit) dibanding nilai normal. Sedangkan nilai normal
jumlah total sel darah putih adalah 5.000-10.000 per milimeter kubik.
-
Anemia
- Epitaksis
- Hemorroid
- Hematemesis
- Hyperbilirubinemia
dikarenakan terganggunya proses pembuangan bilirubin.
-
Gangguan koagulasi. Hal ini terjadi karena adanya pembesaran
limfa. Kecenderungan perdarahan melalui hidung, gusi, menstruasi berat dan
mudah memar akibat kurangnya pembentukan faktor-faktor pembengkuan oleh hati.
·
Gangguan endokrin
Gangguan endokrin yang terjadi adalah :
Gangguan
metabolisme dan ketidakaktifan hormon adrenocortical,
estrogen dan testosteron pada penderita. Pada pria biasanya terjadi pertumbuhan
payudara yang abnormal. Ini adalah akibat kelainan hormon estrogen dan
testosteron yang menyebabkan pertumbuhan jaringan payudara secara berlebihan, kehilangan rambut pada axila dan pubis, penyempitan
testikular, impotensi, dan penurunan libido
(gairah seksual). Pada wanita muda
terjadi amenorrhea, sedangkan pada wanita usia lanjut akan terjadi perdarahan
pada vagina.
Ascites juga terjadi pada kondisi pasien ini karena adanya tekanan hidrostatis dan retensi usus serta
retensi natrium dan air
·
Gangguan neurologis
Gangguan yang sering terjadi biasanya encefalopati
hepatik akibat kelainan metabolisme amonia dan peningkatan kepekaan otak pada racun,
penurunan mental.
·
Gangguan Respirasi
Gangguan
respirasi yang terjadi adalah :
- Fetor hepatikum adalah bau apek manis yang terdeteksi
dari nafas akibat ketidak mampuan hati dalam memetabolisme metionin
- Takipnea
·
Gangguan Eliminasi
Gangguan
Eliminasi yang terjadi adalah :
- Feces berwarna pucat dan urin berwarna gelap, sering flatus, jarang berkemih.
- Steatorrhea
·
Gangguan Muscoskeletal
Gangguan
Muscoskeletal yang terjadi adalah :
- Tingling
- Baal
- Tremor
- Distensi
·
Gangguan Abdomen
Gangguan
abdomen yang terjadi adalah :
- Nyeri
di daerah epigastrium
- Dilatasi
vena abdomen
Gambar 4.
Kaput medusa Gambar
5. Palmar erythemia
4.
Anotomi Fisiologi
a. Anatomi Hati
Hati adalah organ terbesar dalam tubuh,
berat rata-rata sekitar 1.500 gr atau 2% berat badan orang dewasa normal, dan
ukuran hati bayi adala 10 % dari ukuran hati orang dewasa. Hati merupakan organ
lunak yang lentur dan tercetak oleh struktur sekitarnya. Hati memiliki
permukaan superior yang cembung dan terletak di bawah kubah kanan diagfragma
dan sebagian kubah kiri. Bagian bawah hati berbentuk cekung dan merupakan atap
dari ginjal kanan, lambung pancreas dan usus. Hati memiliki empat lobus. Dua
lobus yang berukuran besar dan jelas terlihat adalah lobus kanan yang berukuran
besar, sedangkan lobus yang berukuran lebih kecil, berbentuk baji adlah lobus
kiri. Dua lobus lainnya lobus kaudatus dan kuadratus yang berada di permukaan
posterior.Permukaan hati diliputi oleh peritoneum viseralis, kecuali daerah
kecil pada permukaan posterior yang melekat langsung pada diafragma. Di bawah
peritoneum terdapat jaringan ikat yaitu kapsula Glisson, bagian paling tebal
kapsula ini membentuk rangka untuk cabang vena porta, arteri hepatica, dan
saluran empedu. Porta hepatis adalah fisura pada hati tempat masuknya vena
porta dan arteri hepatica serta tempat keluarnya duktus hepatica.
Gambar 1. Anatomi hepar
b.
Struktur mikroskopis
Setiap lobus hati terbagi menjadi
struktur-struktur yang disebut sebagai lobulus, yang merupakan unit mikroskopis
dan fungsional organ. Setiap lobules merupakan badan heksagonal yang terdiri
atas lempeng-lempeng sel hati berbentuk kubus tersusun radial mengelilingi vena
sentralis yang mengalirkan darah dari lobules.
Hati manusia memiliki maksimal 100.000 lobulus. Di antara lempengan sel
hati terdapat kapiler-kapiler yang disebut sinusoid, yang merupakan cabang vena
porta dan arteria hepatica. Sinosoid adalah kapiler yang dibatasi oleh sel
fagositik atau sel Kupffer. Sel Kupffer merupakan sistem monosit-makrofag, yang
fungsi utamanya adalah menelan bakteri dan benda asing lain dalam darah. 50%
makrofag dalam hati adalah sel Kupffer, sehigga hati merupakan salah satu organ penting dalam
pertahanan melawan invasi bakteri dan agen toksik. Terdapat saluran empedu yang
melingkari bagian perifer lobulus hati. Saluran empedu interlobular membentuk
kapiler empedu yang berjalan ditengah lempengan sel hati. Empedu yang dibentuk
dalam hepatosit disekresikan ke dalam kanalikuli yang bersatu membentuk saluran
empedu yang makin lama makin besar hingga menjadi duktus koledeus.
Gambar
2. Struktur lobules hepar
c. Sirkulasi
Hati mempunyai dua suplai darah- dari
saluran cerna dan limpa melalui vena porta hepatica, dan dari aorta melalui
arteri hepatica. Sekitar sepertiga darah yang masuk adalah darah arteria dan
duapertiganya adalah darah vena dari vena porta. Darah dialirkan melalui vena hepatica kanan dan
kiri yang selanjutnya bermuara pada vena kava inferior.
Aliran darah porta pada manusia sekitar
1000-1200ml/menit. Dalam keadaan normal,
darah di dalam vena porta hepatis melewati hati dan masuk ke vena cava
inferior, yang merupakan sirkulasi vena sistemik melalui venae hepaticae. Rute
ini merupakan jalan langsung. Akan tetapi, selain itu terdapat hubungan yang
lebih kecil di antara sistem portal dan sistem sistemik, dan hubungan ini
menjadi penting bila hubungan langsung terhambat.
Vena porta masuk dan membawa darah dari
lambung, limpa, pancreas, usus halus, dan usus besar. Arteri hepatica masuk dan
membawa darah arteri. Arteri merupakan cabang arteri seliaka, yang merupakan
cabang dari aorta abdomen. Arteri hepatica dan vena porta membawa darah ke
hati. Aliran balik bergantung pada banyaknya vena hepatica yang meninggalkan
permukaan posterior dan dengan segera masuk ke vena kava tepat di bawah
diafragma.
Gambar 3 . Aliran vena porta
d. Fungsi
Hati
Hati memiliki cadangan yang besar, dan
hanya membutuhkan 10-20% jaringan yang berfungsi untuk tetap bertahan.
Destruksi total atau pengangkatan hati menyebabkan kematian dalam waktu kurang
dari 10 jam. Hati memiliki kemampuan regenerasi, pada pengangkatan sebagian
hati akan merangsang tumbuhnya hepatosit untuk mengganti sel yang sudah mati
atau sakit.
Fungsi utama hati adalah membentuk dan
mensekresi empedu. Hati mensekresi sekitar 500 hingga 1.000 ml empedu kuning
setiap hari.
1. Metabolisme
karbohidrat
Hati
berperan penting dalam mempertahankan kadar glukosa plasma. Setelah makan, saat
glukosa darah meningkat, glukosa diubah menjadi glikogen sebagai cadangan dan
memengaruhi hormone insulin. Selanjutnya, saat kadar glukosa turun, hormon
glucagon merangsang perubahan glikogen kembali menjadi glukosa dan menjaga
kadar dalam kisaran normal.
2. Metabolisme
lemak
Cadangan
lemak dapat diubah menjadi suatu bentuk energi yang dapat digunakan jaringan.
3. Metabolisme
protein
Metabolism protein terdiri atas tiga
proses:
-
Deaminasi
asam amino melibatkan beberapa proses:
menyingkirkan bagian nitrogen dari asam
amino yang tidak diperlukan untuk membentuk protein baru, pemecahan asam
nukleat menjadi asam urat, yang disebut asam nukleat.
-
Transaminasi
merupakan penyingkiran bagian nitrogen asam
amino dan melekatkan asam amino pada molekul karbohidrat untuk membentuk asam
amino non- esensial.
-
Sintesis
protein plasma dan sebagian besar factor pembekuan darah dari
asam amino.
4. Pemecahan
eritrosit dan pertahanan tubuh terhadap mikroba.
Hal
ini disebabkan sel Kupffer yang berada di sinusoid.
5. Detoksifikasi
obat dan zat berbahaya.
Hal
ini meliputi etanol dan toksin yang dihasilkan mikroba.
6. Inaktivasi
hormon
Hal
ini meliputi hormone insulin, glucagon, kortisol, aldosteron,hormone seks dan
hormone tiroid
7. Produksi
panas
Hati
menggunakan banyak energy, memiliki laju metabolic dan menghasilkan panas. Hati
merupakan organ penghasil panas utama.
8. Sekresi
empedu
Hepatosit
menyintesis empedu dari darah dan artei yang bercampur di sinusoid. Sekresi ini
meliputi garam empedu, pigmen empedu, dan kolesterol.
9. Cadangan
Hepatosit
menyimpan glikogen, vitamin yang larut dalam lemak ( A,D,E,K), zat besi, dan
kuprum, serta vitamin yang larut dalam air. (misalnya vitamin B12).
10. Proses pembentukan bilirubin
Sebagian besar bilirubin
terbentuk sebagai akibat degradasi hemoglobin pada sistem retikuloendotelial.
Tingkat penghancuran hemoglobin ini pada neonatos lebih tinggi daripada bayi
yang lebih tua. Satu gr hemoglobin dapat menghasilkan 35mg bilirubin indirek.
Bilirubin indirek yaitu bilirubin yang bereaksi tidak langsung dengan zat warna
diazo, yang bersifat tidak larut dalam air tetapi larut dalam lemak. Sel
parenkim hepar mempunyai cara selektif dan efektif mengambil bilirubin dari
plasma. Bilirubin ditransfer melalui membran sel ke dalam hepatosit sedangkan
albumin tidak. Proses ini merupakan proses 2 arah, tergantung dari konsentrasi
dan afinitas albumin dalam plasma dan ligandin dalam hepatosit. Sebagian besar
bilirubin yang masuk hepatosit dikonjugasi dan diekskresi ke dalam empedu.
Dengan adanya sitosol hepar, ligandin mengikat bilirubin sedangkan albumin
tidak.
Dalam sel hepar bilirubin
kemudian dikonjugasi menjadi bilirubin diglukoronide walaupun ada sebagian
kecil dalam bentuk monoglukoronide.
Sesudah konjugasi bilirubin ini menjadi direk yang larut
dalam air dan diekskresi dengan cepat ke sistem empedu kemudian ke usus. Dalam
usus bilirubin direk ini tidak diabsorbsi, sebagian kescil bilirubin direk
dihidrolisis menjadi bilirubin indirek dan direabsorbsi. Siklus ini disebut
siklus enterohepatis.
5.
Patofisiologi
a.
Patofisiologi Narasi
Sirosis hepatis
merupakan suatu penyakit kronis progresif pada hepar dengan inflamasi yang
diakibatkan distorsi stuktur hepar dan pembentukan nodul dan jaringan ikat
sehingga menyebabkan kegagalan fungsi hati.
Sirosis hepatis disebabkan oleh banyak hal, yaitu karena pemakaian alcohol yang berlansung bertahun-tahun, terjadi kelainan pada kantung empedu, terjadi gagal jantung kanan dan juga disebabkan dari viorus hepatitis B, C, dan D.
Sirosis hepatis disebabkan oleh banyak hal, yaitu karena pemakaian alcohol yang berlansung bertahun-tahun, terjadi kelainan pada kantung empedu, terjadi gagal jantung kanan dan juga disebabkan dari viorus hepatitis B, C, dan D.
Alkohol merupakan
salah satu etiologi yang menyebabkan sirosis hepatis. Berawal dari konsumsi
alcohol yang terus menerus dalam jangka waktu yang lama, mengakibatkan
metabolisme di hati mengalami penurunan dan akan terjadi penurunan pembentukan
dan pelepasan lipoprotein. Hati merupakan tempat metabolisme lemak, dan saat
fungsi metabolismenya mengalami penurunan, maka terjadilah penumpukan lemak
dihepar, dan menyebabkan inflamasi di hepar. Inflamasi yang terjadi dihati
inilah disebut hepatitis, dank arena disebabkan oleh alcohol maka disebut
Hepatitis Alkoholik. Saat terjadi hepatitis ini, maka perlahan anatomi dan
fisiologi dari hepar mengalami kerusakan, terjadi nekrosis (kerusakan jaringan
hepar).
Kelainan pada
kantung empedu juga merupakan etiologi dari sirosis hepatis. Saat terjadi
kelainan, maka pada kantung empedunya ada sumbatan karena kelainan tersebut. Karena
tersumbat kantung empedunya sehingga terjadi penimbunan atau penumpukan cairan
di kantung empedu dan menyebabkan tertahannya sekresi cairan pada hepar. Karena
sekresi cairan tertahan di hepar, maka terjadilah penumpukan cairan di hepar,
sehingga menyebabkan peradangan pada hepar. Terjadinya inflamasi dihepar itu
membuat kerusakan jaringan hepar.
Gagal jantung
kanan juga merupakan etiologi dari sirosis hati. Terjadinya gagal jantung
kanan, menyebabkan terjadinya penurunan curah jantung dan aliran darah di hepar
juga pastinya mengalami penurunan. Saat aliran darah menurun, berarti suplai
oksigen di hati juga kurang, karena darahlah yang membawa oksigen. Saat itulah
jaringan di hepar mengalami kerusakan jaringan karena kurangnya oksigen di
jaringan hepar. Kerusakan yang dialami adalah kerusakan anatomi (nekrosis) dan
juga kerusakan fisiologisnya atau fungsinya.
Selain ketiga
etiologi yang dijelaskan di atas, virus hepatitis B, C, dan D juga adalah
penyebab terjadinya sirosis hati. Saat terjadi inflamasi di hepar, tubuh akan
merespon inflamsi yang terjadi dan itu mengganggu suplai darah di hepar,
sehingga suplai oksigen di hepar juga berkurang dan terjadilah kerusakan
jaringan hepar(nekrosis) dan kerusakan fisiologis dari hepar.
Kerusakan anatomi
dan fisiologi yang terjadi di hepar itu membuat organ tersebut mengalami
penyusutan dan terjadi pembentukan noduk-nodul di permukaan hepar. Dari situlah
terjadi sirosis hepatis. Sirosis hepatis itu menyebabkan kelainan jaringan
parenkim, gangguan fungsi hati dan juga terjadi inflamasi
akut di organ tersebut. Dari
inflamasi akut, akan tejadi respon untuk inflamasi tersebut. Dari situlah
muncul masalah keperawatan Nyeri.Saat
hepar mengalami gangguan, maka fungsi dari hepar itu juga mengalami gangguan.
Gangguan yang terjadi adalah gangguan metabolism bilirubin. Bilirubin adalah
pigmen yang berwarna kuning dan memiliki fungsi untuk pewarnaan feses. Karena
metabolism bilirubin terganggu sehingga bilirubin tak terkonjugasi dan
menyebabkan feses pucat dan urine yang dihasilkan berwarna gelap, dan juga
terjadi ikterik di sclera dan di seluruh tubuh. Dari kondisi ikterik ini muncul
masalah keperawatan Gangguan citra tubuh. Dari kondisi ikterik ini, terjadi
juga penumpukan garam empedu di bawah kulit sehingga menyebabkan pruritus. Dari
sini, muncul masalah keperawatan Kerusakan Integritas kulit. Gangguan yang
terjadi juga adalah gangguan metabolism protein. Saat terjadi gangguan
metabolism protein, asam amino menjadi relative dan dapat menyebabkan gangguan
sintesis vitamin K. Vitamin K berperan dalam pembekuan darah, dan saat terjadi
gangguan maka faktor pembekuan darah terganggu dan sintesis prosumber
terganggu, sehingga bisa menyebabkan masalah keperawatan Resiko Perdarahan.
Di hepar juga
merupakan tempat metabolism zat besi dan karena terjadi gangguan, maka metabolism zat besi. Gangguan tersebut
menyebabkan gangguan asam folat. Asam folat berfungsi untuk membentuk sel darah
merah dan saat terjadi gangguan, maka produksi sel darah merah akan menurun
atau anemia, sehingga dapat menyebabkan kelemahan dan memicu terjadinya masalah
keperawatan Intoleransi Aktivitas. Fungsi dari hepar juga sebagai tempat
metabolisnme vitamin dan pembentukan empedu. Saat terjadi gangguan metabolism
vitamin, maka sintesis vitamin C, Bkom,
dan B12 yang turut bekerja dengan asam
folat untuk pembentukan sel darah merah sehingga bisa menyebabkan produksi sel
darah merah menurun dan terjadi intoleransi aktivitas karena kelemahan. Gangguan
pembentukan empedu yang terjadi ternyata mengganggu emulsi lemak di hepar.
Karena tak bisa diemulsi maka lemak juga tidak dapat diserap oleh usus halus
sehingga menyebabkan usus harus bekerja ekstra dalam mencerna makanan. Terjadi
peningkatan gerakan peristaltic di usus, sehingga bisa menyebabkan diare dan
muncul masalah keperawatan Gangguan Ketidakseimbangan elektrolit. Lemak yang
tidak teremulsi dan tidak dapat diserap oleh usus juga menyebabkan masalah
keperawatan Ketidskseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh. Selain
fungsi hepar terganggu, ternyata terjadi kelainan jaringan parenkim kronis di
hati yang menyebabkan Hipertensi Portal. Tekanan normal vena portal adalah 5-10
mmHg, saat terjadi hipertensi portal maka tekanan vena portal meningkat
sehingga dapat menyebabkan varises di esophagus dan menyebabkan perdarahan
gastrointestinal, dan terjadi hematemesis melena. Karena terjadi perdarahan dan
juga hematemesis melena, maka terjadi kondisi hipokalemia dan anemia, karena
darah dan elektrolit yang dikeluarkan dari tubuh, sehingga terjadi kondisi
alkalosis. Saat kondisi alkalosis makan terjadi keadaan metabolic enselofatic
dan dapat menyebabkan koma. Varises esophagus juga menyebabkan peningkatan
tekanan hidrostatik dan peningkatan permeabilitas vaskuler, sehingga terjadi
fitrasi cairan ke ruang ekstraselular. Saat terjadi akumulasi cairan ke ruang
ekstraselular menyebabkan terjadi edema, asites dan mengganggu ekspansi paru,
sehingga muncul masalah keperawatan Ketidakefektifan Pola Napas. Edema dan
asites juga dapat menimbulkan masalah keperawatan Kelebihan volume cairan.
6.
Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan
laboratorium
·
Complete
blood count : pada sirosis hati bisa dijumpai Hb rendah
(normal Hb: P : 12,0 – 14,0 g/dL, L : 13,0-16,0 g/dL) Hb rendah akibat hipersplemisme dengan leukopenia dan
trombositopenia. Hb turun >10g/dL.
·
Serum
albumin : Kadar albumin yang menurun merupakan
gambaran kemampuan sel hati yang berkurang. Penurunan kadar albumin dan
peningkatan kadar globulin merupakan tanda, kurangnya daya tahan hati dalam
menghadapi stress seperti tindakan operasi. (Normal Albumin : 3,4 – 4,8 ),
(normal globulin : 3,2 – 3,9 g/dL) Albumin turun menjadi
3.0 mgdL
·
Serum
electrolytes :
Pemeriksaan kadar elektrolit penting dalam penggunaan diuretik dan
pembatasan garam dlm diet. (Kadar
elektrolit normal Natrium : 135-145 mmol/L,Klorida : 94 – 111 mmol/L, Kalium : 3,5-5,0 mmol/L)
·
Prothrombin
Time : Waktu protrombin
merupakan ukuran sintesis sel hati dan pada sirosis hati akan dijumpai
pemanjangan waktu protrombin yangmenunjukkan adanya penurunan fungsi hati. Prinsip pemeriksaan ini,
mengukur lamanya waktu yang dibutuhkan dalam detik untuk pembentukan fibrin
dari plasma sitrat, setelah penambahan tromboplastin jaringan dan ion kalsium
dalam jumlah optimal. Hasil pemeriksaan waktu protrombin tergantung dari beberapa
hal seperti pengambilan bahan, penanganan bahan
pemeriksaan, macam reagen yang dipakai dan teknik pemeriksaan. Masa protrombin yang memanjang menandakan
penurunan fungsi hati.
·
Pemeriksaann
CHE ( kolinesterase) : penting dalam menilai kemampuan sel hati. Bila
terjadi kerusakan sel-sel pada hati,
kadar CHE akan turun (normal CHE : 5,4 -
13,2 KU/L)
·
Keluaran
Urea. Urea adalah bahan sisa dari metabolisme
protein, dari dikeluarkan dalam air seni. Seperti keluaran kreatinin, tes ini
mengukur jumlah urea yang dikeluarkan ke air seni selama beberapa jam, dan juga
membutuhkan pengukuran tingkat urea dalam darah.
·
Osmologi
air seni. Tes ini mengukur jumlah partikel (bibit)
yang dilarutkan dalam air seni, untuk menilai kemampuan ginjal untuk mengatur
kepekatan air seni sebagaimana konsumsi air mengangkat atau menurun.
·
Nitrogen
urea darah (blood urea nitrogen/BUN). Darah mengangkut protein ke sel di
seluruh tubuh. Setelah protein dipakai oleh sel-sel, sisa produk buangan
dikembalikan ke darah sebagai urea, yaitu mengandung nitrogen. Ginjal yang
sehat mneyaring urea dari darah dan mengeluarkannya ke air seni. Bila ginjal
tidak berfungsi dengan baik, urea ini (BUN) akan tetap ditahan dalam darah.
Oleh karena itu, tingkat BUN yang tinggi dalam darah dapat menandai masalah
ginjal.
b. Pemeriksaan
Radiologi
·
Scan / Biopsi hati :
mendeteksi infiltrate lemak, fibrosis, kerusakan jaingan hati.
·
Kolesistography/
kolangiografi : memperlihatkan penyakit duktus empedu yang mungkin sebagai
factor predisposisi.
·
Esofagoskopi : dapat
melihat adanya varises esophagus dan sumber pendarahan.
·
Portography transhepatic
percutaneus : memperlihatkan sirkulasi sistem vena portal.
·
USG : melihat gambaran
atau penampang hati ( hati yang tampak membesar, terlihat permukaan irregular
dan tepi hati tumpul, terlihat penebalan
yang
tidak teratur).
·
Angiografi : untuk
mengukur tekanan vena porta, hasil meningkat
(normal tekanan vena porta : 5-10
mmHg).
·
Laparaskopi : Melihat
jelas permukaan hati yang penuh dengan benjolan berbentuk nodul besar dan kecil. Dapat terlihat juga
pembesaran limfa.
·
CT- Scan
Gambar
5. CT scan sirosis hepatic
Gambar
6. CT scan sirosis hati dan hati normal
7.
Penatalaksanaan Medis
a. Non
farmakologi
·
Bed Rest
Pasien
dengan penyakit sirosis hati umumnya mengalami keletihan, sehingga perlu
diistirahatkan supaya dapat mengembalikan energy dalam tubuh.
·
Positioning
Pasien
dengan sirosis hati umumnya mengalami nyeri hebat, sehingga perawat perlu
memberikan intervensi mandiri pada pasien misalnya dengan melakukan positioning
untuk mengurangi rasa nyeri pada pasien.
·
Edukasi teknik relaksasi
Mengajarkan
kepada klien teknik relaksasi seperti membaca buku atau koran, menonton film
jika teknologi memungkinkan, mengobrol dengan keluarga atau pasien lain,
sehingga dapat melupakan nyeri yang menyerangnya.
·
Membantu pasien mobilisasi
Pasien
dnegan sirosis hati umumnya yang mengalami kelemahan tidak mampu berpindah dari
tempat tidur kekursi, atau pun jika pasien ingin kekamar mandi, jadi, sebagai
perawat perlu membantu pasien untuk mobilisasi.
·
Membantu pasien memenuhi ADL
Pasien
dengan sirosis hati umumnya tidak dapat memenuhi ADL nya dengan baik, akibat
kelemahan, edema atau nyeri yang menyerangnya, perawat perlu membantu pasien
untuk memenuhi ADL nya baik itu secara penuh maupun sebagian.
·
Membantu pasien perawatan mulut
Pasien
dengan sirosis hati biasanya mengalami mulut dan nafas yang berbau menyengat
dan pasien seringkali mengalami mual dan muntah.
·
Terapi Nutrisi
Pasien
dengan sirosis hati umumnya mengalami mual dan muntah hingga menyebabkan
turunnya berat badan hingga anoreksia, oleh Karena itu perawat perlu memberikan
terapi nutrisi yang adekuat kepada pasien, diet yang biasanya diberikan adalah
diet tinggi kalori hingga 3000kkl/hari, seperti:
·
Diet rendah protein
Diet ini sangat baik diberikan karena fungsi
hati yang sudah terganggu dan tidak bisa memetabolismen protein dengan baik,
sehingga memungkinkan tubuh untuk kelebihan protein. Diet rendah protein secara
rutin direkomendasikan untuk pasien dengan sirosis, dengan harapan untuk
mengurangi produksi ammonia usus dan mencegah eksaserbasi ensefalopati hati
Makanan rendah protein dapat ditemukan di dalam buah-buahan dan sayur-sayuran.
Perlu dibatasi pemberian daging-dagingan, telur, ikan, susu dan makanan-makanan
yang terbuat dari bahan yang tinggi protein.
·
Diet rendah lemak
Akibat
dari fungsi hati yang terganggu adalah ketidakmampuan memetabolisme dan
mengolah lemak dalam tubuh, sehingga tubuh kelebihan lemak yang biasanya
dikeluarkan melalui feses. Oleh karena itu diet rendah lemak sangat cocok untuk
pasien ini, untuk mengurangi kerja hati dan meminimalkan asupan lemak kedalam
tubuh. Makanan rendah lemak dapat di temui pada buah-buahan dan sayur.
Pasien sirosis dengan asites dan edema adalah
menerapkan diet rendah natrium. Tingkat pembatasan sodium tergantung pada
kondisi pasien.
·
Parasentesis
Parasentesis adalah
tindakan untuk melakukan pengambilan cairan di dalam rongga tubuh untuk
mengatasi penimbunan cairan secara tidak normal di rongga peritoneum. Parasentesis dilakukan untuk alasan diagnostic dan bila
asites menyebabkan kesulitan bernafas yang berat akibat volume cairan yang
besar. Parasentesis cairan asites dapat dilakukan 5-10 ltr/hr, dengan catatan
harus dilakukan infuse albumin sebanyak 6-8 gr/L cairan asites yang
dikeluarkan. Efek dari parasentesis adalah hipovolemia, hipokalemia, hiponatremia,
ensefalopati hepatica dan gagal ginjal. Cairan asites dapat mengandung 10-30 gr
protein/L, sehingga albumin serum kemudian mengalami deplesi, mencetuskan
hipotensi dan tertimbunnya kembali cairan asites.
·
Ligasi varises
Mengikat pembuluh darah yang sedang berdarah dengan pita elastis. Ini adalah pengobatan pilihan untuk perdarahan varices esophagus. Selama prosedur ini, dokter menggunakan endoskopi untuk menjerat varises dengan band elastis, yang pada dasarnya mencekik pembuluh darah. Ligasi Variceal biasanya menyebabkan komplikasi serius lebih sedikit daripada perlakuan lainnya. Ini juga kurang kemungkinan mengakibatkan pendarahan berulang
Mengikat pembuluh darah yang sedang berdarah dengan pita elastis. Ini adalah pengobatan pilihan untuk perdarahan varices esophagus. Selama prosedur ini, dokter menggunakan endoskopi untuk menjerat varises dengan band elastis, yang pada dasarnya mencekik pembuluh darah. Ligasi Variceal biasanya menyebabkan komplikasi serius lebih sedikit daripada perlakuan lainnya. Ini juga kurang kemungkinan mengakibatkan pendarahan berulang
·
Balon tamponade
Prosedur ini kadang-kadang digunakan
untuk menghentikan pendarahan parah sambil menunggu prosedur yang lebih
permanen. Tabung A dimasukkan melalui hidung dan ke dalam perut dan kemudian
meningkat. Tekanan terhadap pembuluh darah sementara dapat menghentikan
pendarahan.
·
Pintasan
portosistemik intrahepatik transjugularis.
Dalam prosedur ini
tabung kecil yang disebut shunt ditempatkan antara vena portal dan vena hati,
yang membawa darah dari hati kembali ke jantung. Tabung ini tetap terbuka
dengan stent logam. Dengan menyediakan jalur buatan untuk darah melalui hati,
shunt sering dapat mengontrol perdarahan dari varises kerongkongan. Tapi TIPS
dapat menyebabkan sejumlah komplikasi serius, termasuk gagal hati dan
ensefalopati, yang dapat berkembang ketika racun yang biasanya akan disaring
oleh hati dilewatkan melalui shunt langsung ke dalam aliran darah. TIPS
terutama digunakan ketika semua pengobatan lain gagal atau sebagai tindakan
sementara pada orang menunggu pencangkokan hati.
b. Farmakologi
Tidak
ada obat yang begitu spesifik untuk sirosis hepatis. Namun, ada obat-obat yang
digunakan untuk mengobati tanda gejala dan komplikasi dari penyakit hati.
Antara lain sebagai berikut :
·
Obat Oral
·
Vasopressin (Pitressin)
Homeostasis dan mengontrol
perdarahan di varises esofagus, penyempitan dari arteri splanchnic
·
Propanolol (Inderal)
Obat ini bekerja dengan cara menurunkan
tekanan vena portal, mengurangi perdarahan varises esophagus.
·
Lactulose (Cephulac)
Obat ini bekerja dengan
melakukan pengasaman pada kotoran di usus dan menjebak amonia, menyebabkan itu tereliminasi dalam kotoran
·
Neomycin Sulfate
Obat ini bekerja dengan cara mengurangi
flora bakteri, mangurangi formasi dari ammonia
·
Chlorpromazine
Obat ini berfungsi untuk
mengendalikan mual dan muntah
·
Magnesium Sulfate
Obat ini bekerja dengan
melakukan penggantian magnesium, hypomagnesemia terjadi dengan disfungsi hati
·
LACTULAX 60 Ml Sirup
Obat ini berfungsi untuk
mengatasi Konstipasi kronik dan ensefalopati portal sistemik
·
Diuretics
-
Spironolactone (Aldactone)
Obat ini
bekerja dengan cara menghambat terbuangnya kalium dari tubuh. Karena itu, obat
ini juga bisa mengatasi kadar potasium rendah dan memblok aksi aldosteron
-
Amiloride (Midamor)
Obat ini bekerjan dengan cara
menghambat reabsorbsi natrium dan sekresi kalium
-
Triamterene (Dyrenium)
Obat ini bekerja dengan cara
menghambat reabsorbsi natrium dan sekresi kalium
-
Chlorothiazide (Diuril)
Ubat ini
bekerja bekerja pada tubulus proksimal untuk mengurangi reabsorbsi natrium dan
air.
-
Furosemide (Lasix)
Obat ini
bekerja bekerja pada tubulus distal dan loop of henle untuk mencegah reabsorbsi
natrium dan air
·
Obat injeksi
-
NaCl 0,9%
Untuk
mengembalikan keseimbangan elektrolit pada dehidrasi.
-
Omeprazol inj
Untuk
mengurangi nyeri pada ulu hati, namun obat ini memiliki efek samping yang
mempunyai kadar kalsium tubuh yang rendah atau gangguan tulang.
-
Vit K inj
Vitamin
K untuk membantu mengikat kalsium ke dalam tulang dan menempatkannya di tempat
yang tepat.
-
Tutofusin
Cairan ini bermanfaat untuk memenuhi kebutuhan cairan dan
elektrolit pasien khususnya saat pasien mengalami dehidrasi isotonik dan
kehilangan cairan intraselular.
c.
Pembedahan
·
Laparoskopi
Tindakan ini dilakukan untuk melihat
kemungkinan pertumbuhan jaringan parut pada hati dan sejauh maka telah terjadi
pembentukan jaringan parut.
·
Transplantasi hati
Operasi transplantasi hati dimulai dengan
mengambil organ hati dari pasien dan
menggantinya dengan hati yang berasal dari donor namun dengan beberapa
konplikasi. Usia harapan hidup setelah transplantasi hati sangat beragam,
tergantung dari kondisi masing-masing. Secara umum, lebih dari 70% pasien yang
menjalani transplantasi hati berhasil bertahan hidup selama setidaknya lima
tahun setelah operasi.
8.
Komplikasi
a.
Perdarahan
Gastrointestinal
Setiap penderita sirosis hepatis dekompensata terjadi
hipertensi adalah koma hepaticum dan timbul varises esophagus. Varises
esophagus bisa pecah, sehingga timbul perdarahan yang massif. Sifat perdarahan
yang ditimbulkan adalah mual, muntah darah atau hematemesis.
b.
Koma Hepatikum
Timbulnya koma hepatikum adalah sebagai akibat dari faal
hati sendiri yang sudah sangat rusak, sehingga hati tidak dapat melakukan
fungsinya sama sekali. Hepatikum juga dapat timbul sebagai akibat perdarahan,
parasentese, gangguan elektrolit, obat-obatan dll.
c.
Ulkus Peptikum
Timbulnya ulkus peptikum
pada penderita sirosis hepatis lebih
besar dari penderita normal. Kemungkinan disebutkan diantaranya timbul hiperemi
pada mukosa gaster dan duodenum, resistensi yang menurun pada mukosa dan kemungkinan lai ialah timbul
defisiensi makanan.
d.
Karsinoma hepatoselular
Kemungkinan timbulnya karsinoma pada sirosis hepatis
terbentuk pada bentuk postnekrotik ialah adanya hiperplasi noduler yang akan
berubah menjadi adenomata multiple kemudian berubah menjadi karsinoma yang
multiple.
e.
Hipertensi Portal
Dikarenakan
pembentukan jaringan parut mengobstruksi sinusoid dan aliran darah dari vena portal
menuju ke vena hepatic. Tekanan didalam sistem vena portal, yang mengalir di
jalur gastrointestinal, pancreas dan limfa meningkat. Peningkatan tekanan ini
membuka pembuluh darah di esophagus, dinding anterior abdomen, dan rectum. Varises esofagus adalah kondisi pembuluh darah abnormal
di mana pembuluh darah membesar di bagian bawah kerongkongan. Varises esofagus
berkembang ketika aliran darah yang normal ke hati diperlambat. Darah kemudian
kembali ke pembuluh darah kecil di dekatnya,seperti kearah kerongkongan, hingga
menyebabkan pembengkakan pembuluh. Ketika aliran darah ke hati diperlambat,
darah akan membuat cadangan, hingga menyebabkan peningkatan tekanan pada
pembuluh darah besar (vena portal) yang membawa darah ke hati. Pembuluh darah
yang rapuh dan berdinding tipis ini kemudian mulai membengkak karena asupan darah tambahan.
f.
Hepatic Encephalophaty
Metabolisme pada produk nitrogen di saluran
pencernaan menjadi produk metabolic yang toksik bagi SSP. Degradasi urea dan
protein ini akan menjadi produk ammonia yang melalui aliran darah akan
menenmbus sawar darah otak dan mengakibatkan perubahan neuropsikiatrik di SSP.
Gamma aminobutyric acid yang bekerja sebagai
inhibitor neurotransmitter yang diproduksi juga didalam saluran pencernaan
terlihat mengalami peningkatan jumlah dalam darah pada pasien dengan sirosis
hati.
9.
Prognosis
Sampai
saat ini belum ada bukti bahwa penyakit sirosis hati reversible. Sirosis yang
disebabkan hemokromatosis dan penyakit Wilson’s ternyata pada penyembuhan
timbul regresi jaringan ikat. Sirosis karena alcohol prognosisnya baik bila
pasien berhenti minum alcohol.
Peradangan tergantung
pada luasnya kegagalan hati/kegagalan hepatosesular, beratnya hipertensi portal
dan timbulnya komplikasi lain. Penyebab kematian 500 kasus sirosis hepatis
adalah sebagai berikut
43 % penyebab
kematian di luar hati, yaitu;
22 % oleh kardiovaskuler
9 % keganasan ekstra hepatic
7 % infeksi
5 % di luar hati lainnya
57 % penyebab
kematian pada hati, yaitu:
13 % kegagalan hati disertai pendarahan
saluran cerna
14 % perdarahan saja
4 % kanker hati primer/ hepatoma
2
% hati lainnya
BAB III
KONSEP
DASAR KEPERAWATAN
I.
Konsep Dasar Keperawatan
1.
Pengkajian
A.
Data Subjektif
a.
Identitas: Jenis kelamin,
usia, pekerjaan
b.
Keluhan utama: Kelemahan,
tidak bisa makan, nyeri, sesak napas
c.
Riwayat kesehatan
sekarang: Nyeri tumpul di epigastrium, sesak
napas, asites, pusing, mual, muntah, epitaksis.
d.
Riwayat kesehatan masa
lalu: Pernah menderita hepatitis, memiliki penyakit bawaan seperti
hemokromatis, Wilson’s disesase, pernah keracunan obat-obatan, penyumbatan
kantung empedu.
e.
Riwayat penyakit keluarg:
Penyakit hemokromatis, atresia bilier.
f.
Pengkajian Fisik
1.
Keadaan Umum
Keadaan
umum: Lemah
Kesadaran:
Compos Mentis
2.
Kepala: Pada
umumnya rambut agak kotor, kulit kepala lembab, tidak ada lesi di kepala, wajah
akan terlihat pucat akrena anemia
3. Mata:
Umumnya Sklera kuning, konjungtiva pucat palpebra pucat,
4. Telinga:
Umumnya Bersih, sedikit cerumen, tidak ada lesi.
5. Hidung: Umumnya
Bersih, tidak ada penyimpangan septum nadi.
6. Mulut:
Umumnya Agak kotor, tidak ada lesi pada mulut.
7. Leher:
Umumnya tidak ada pembesaran kelenjar dan tiroid, tidak ada kaku kuduk
8. Thorax:
Umumnya bentuk dada normal, suara napas ronchi
9. Abdomen:
Umumnya penderita tampak asites, umbilicus menonjol, teraba hepar dan spleen,
pekak beralih saat diperkusi, peristaltik umumnya normal (5-30 x/menit)
10. Ektremitas:
pada umumnya kedua kaki oedem dari lutut sampai telapak kaki.
g.
Pengkajian 11 Pola Gordon
1.
Health perception and
health promotion
Pada umumnya, pasien dengan sirosis hepatik tidak mengetahui jika
penyakitnya atau kebiasaan seperti
akan berlanjut menjadi penyakit yang lebih
kronis. Dimulai dari pengelolaan makanan yang salah
serta sanitasi yang buruk dan mekanisme koping stress yang salah dengan berlari
pada kansumsi alkohol yang berlebih. Sehingga,
pasien dengan sirosis hati mempersepsikan gejala yang dialaminya adalah sudah
biasa dan tetap melakukan kebiasaanya.
2.
Values and believes
Karena adanya perubahan status kesehatan dan penurunan fungsi tubuh
yang menurun secara berangsur-angsur sehingga menghambat penderita sirosis
hepatica dalam melaksanakan ibadah bersama-sama dengan keluarga dan menjalankan pola
ibadah seperti biasanya.
3.
Role and relationship
Menanyakan
hubungannya dengan orang-orang yang berada disekitarnya karena pada penderita
sirosis hepatic akan merasa mudah lelah, dan mempunyai bau mulut yang apek
manis sehingga penderita sirosis
akan lebih memilih untuk mengurung diri dan akan mengganggu pola peran yang
dilakukan penderita sebelu sakit.
4.
Self concept and self
perception
Dengan kondisi yang semakin memburuk dengan gejala yang
bermacam-macam, sehingga pada pasien dengan sirosis penurunan angka harapan
hidup sering terjadi dan penderita akan merasa tidak berguna dan menyusahkan
keluarga karena tidak dapat melakukan perannya dengan baik.
5.
Stress and coping
mechanism
Mengkaji mengenai koping pasien dalam menangani stressnya
dikarenakan pada pasien sirosis hepatic dengan prognosis yang sangat
kecil, perasaan tidak berdaya karena ketergantungan menyebabkan reaksi
psikologis yang negatif berupa marah,ingin bunuh diri, kecemasan, mudah
tersinggung dan lain-lain, dapat menyebabkan penderita tidak mampu menggunakan
mekanisme koping konstruktif/ adaptif .
6.
Sleep and rest
Pola
tidur dan istirahat pasien dengan sirosis biasanya terganggu. Hal ini
diakibatkan nyeri tumpul didaerah
epigastrium, ascites dan puritus. Tanyakan pada pasien, bagaimana pola
tidur sebelum dan selama sakit, apakah ada perubahan.
7.
Cognition and perception
Umumnya
penderita sirosis tidak mengetahui gejala awal yang ditunjukan akan menjadi
gangguan yang besar dalam tubuhnya. Tetapi ketika manifestasi yang muncul
semakin parah dan mengganggu kondisi tubuh, rasa cemas akan muncul yang akan
menganggu persepsi klien jika tidak diikuti dengan penjelasan yang jelas.
8.
Nutrition and
Metabolism
Pola makan
sebelum sakit pada penderita sirosis tergolong normal tetapi kandungan makanan
dan minuman yang tinggi lemak, tinggi protein dan konsumsi alkohol berlebih
serta kandungan makanan lainnya yang dapat mempengaruhi kerja hepar.
Pola makan saat
sakit sedikit karena adanya penurunan nafsu makan yang disertai rasa mual dan ingin
muntah, dispepsia dan perut kembung. Terlihat dari hasil CT Scan menunjukan
fatty liver. Asites karena adanya penumpukan natrium dengan hasil lab kadar
natrium tinggi.
9.
Eliminasi
Pada
pasien sirosis hepatica, urine akan berwarna gelap jarang berkemih, feses
berwarna pucat, sering flatus, masalah dengan BAB (diare atau konstipasi). Ditandai dengan feses mengandung lemak dan protein.
10. Activity
and exercise
Pasien sirosis hati akan mengalami
kelemahan diakibatkan berkurangnya metabolisme energi dan penurunan Hb serta peningkatan tekanan vena porta.
11. Reproduksi dan seksualitas
Pada
pria penumbuhan payudara, penyempitan testiskular, impoten, penurunan libido
(gairah seksual). Pada wanita terjadi amenorrhea pada wanita muda dan
perdarahan pada wanita tua. Karena
terjadinya gangguan metabolisme pada hormon estrogen dan testosteron.
h.
Data Objektif
1.
General : Demam,
cahexia, kelelahan pada ekstremitas
2.
Integumentary: Sklera
ikterik, Jaundice, petechiae, ecchymoses, spider angiomas, palmar erythema,
alopecia, hilangnya rambut pada axilla dan pubis, peripheral edema.
3.
Respiratory: Takipnea,
epistaksis
4.
Gastrointestinal: Distensi
abdomen, ascites, pelebaran vena pada dinding abdomen, liver dan spleen teraba,
bau nafas; hematemesis; tinja berwarna gelap; hemoroid
5.
Neurologi: Attered
mentation, asteriksis
6.
Reproduktif: Gynecomastia
dan testicular atrophy, impotence,
penurunan libido, amenorrhea atau perdarahan besar pada saat menstrusi
7.
Possible Findings: Anemia, thrombocytopenia,
leukopenia, serum albumin menurun, potasium menurun, gangguan fungsi hepar,
coagulation studies meningkat, ammonia, and bilirubin levels, abnormal
abdominal ultrasound and liver scan; positive liver biopsy.
2.
Analisa
Data
Data
|
Etiologi
|
Masalah
Keperawatan
|
DO
:
-
Perubahan
pola napas
-
Asites
-
Lingkar
perut bertambah
-
Bilirubin
terkonjugasi dan tak terkonjugasi (meningkat)
-
Urobilinogen
urin (meningkat)
-
Masa
protrombin (memanjang)
-
Trombosit,
eritrosit, leukosit (menurun)
-
Hypokalemia
-
Hiponatremia
-
Enzim-enzim
serum; ALT, AST, LDH dan alkalin fosfatase (meningkat)
-
Distensi
vena jugularis
-
Ansietas
DS :
-
Pasien
mengeluh perut terasa kembung
-
Pasien
mengeluh sesak napas
-
Pasien
mengeluh jarang BAK
|
Pembentukan
asites
|
Kelebihan
volume cairan
|
DO:
-
Anoreksi
-
Dispepsia
-
Flatulens
(perut kembung)
-
Muntah
-
Perubahan kebiasaan BAB
(diare atau konstipasi)
-
Kerontokan pada rambut
pada aksila dan pubis pasien
-
Steatorhea
DS:
-
Pasien
mengatakan mual
-
Pasien
mengeluh adanya perubahan kebiasaan BAB (diare atau
konstipasi)
-
Pasien mengatakan
mengalami penurunan nafsu makan
|
Gangguan
pembentukan empedu
|
Ketidakseimbagan nutrisi
kurang dari kebutuhan tubuh
|
DO
-
Kelemahan
-
Anemia
-
Takipnue
DS:
-
Pasien
mengatakan mudah lelah
|
Anemia
|
Intoleransi aktifitas
|
DO:
-
Perubahan
aktual pada struktur tubuh (pada pria pertumbuhan
jaringan payudara secara berlebihan, kehilangan rambut pada axila dan pubis,
penyempitan testikular, impotensi, dan penurunan libido
-
Ikterik
-
Bau apek manis yang
terdeteksi dari nafas
DS:
|
Kelainan hormon
estrogen dan testosteron
|
Gangguan citra tubuh
|
DO:
-
Takipneu
-
Ekspansi
dada terhambat
DS:
-
Pasien
mengatakan sesak napas
|
Expansi
dada tidak terganggu
|
Ketidakefektifan pola
nafas
|
DO:
-
Perubahan
frekuensi pernapasan
DS:
-
Klien
mengeluh merasakan nyeri lepas pada abdomen
kuadran kanan atas atau epigastik
|
hepatomegali
|
Nyeri akut
|
DO:
-
Jaundice
-
spider nevi yang biasa
muncul dihidung, dipipi, bagian atas tubuh, leher dan bahu.
-
Palmar
erythema yang biasanya timbul ditangan.
-
Edema
-
Kulit
kering
DS:
-
Pasien
mengeluh merasakan gatal-gatal
|
Meningkatnya sirkulasi
estrogen karena gangguan hati dalam memetabolisme hormon steroid
|
Kerusakan integritas
kulit
|
DO:
-
Gangguan
fungsi hati
-
Trombositopenia
-
Leukopenia
-
Anemia
-
Gangguan koagulasi
-
Amenorhea
-
Perdarahan vagina
DS:
-
Pasien mengeluh sering terjadi
perdarahan pada hidung, gusi
-
Pasien mengeluh mengalami
menstruasi berat
-
Pasien mengatakan bahwa
dirinya mudah memar
|
Adanya pembesaran limfa,
hipertensi portal
|
Resiko perdarahan
|
DO:
-
Diare
-
Disfungsi
endokrin
-
Kelebihan
cairan
-
Muntah
DS:
-
Pasien
mengatakan sering BAB dan mual
|
Gangguan
pembentukan empedu
|
Resiko ketidakseimbangan
elektrolit
|
3.
Diagnosa Keperawatan
a.
Pola nafas tidak efektif
(b.d) Penurunan ekspansi dada
b.
Ketidakseimbagan nutrisi
kurang dari kebutuhan tubuh b.d intake yang tidak adekuat.
c.
Kelebihan volume cairan
b.d tekanan hidrostatik yang meningkat ditandai
dengan ascites.
d.
Nyeri
akut b.d pembesaran hati
e.
Kerusakan
integritas kulit b.d penumpukan garam empedu dibawah kulit
f.
Gangguan citra tubuh b.d peningkatan bilirubin
tidak terkonjugasi ditandai dengan ikterik diseluruh tubuh.
g.
Intolerasi
aktivitas b.d penurunan produksi sel darah merah ditandai dengan kelemahan
h.
Resiko ketidakseimbangan
elektrolit b.d gangguan peristaltik.
i.
Resiko
perdarahan b.d gangguan sintesis Vit K
4.
Intervensi dan Rasional
a.
Diagnosa keperawatan:
Pola nafas tidak efektif (b.d) penurunan
ekspansi dada
Tujuan:
Setelah
dilakukan perawatan selama 2 x 24 jam, pasien mengalami peningkatan keefektifan pola nafas.
Kriteria hasil :
§
Mendemonstrasikan batuk
efektif dan suara nafas yang bersih, tidak ada sianosis dan dyspnea (mampu
mengeluarkan sputum, mampu bernafas dengan mudah, tidak ada pulse lips).
§
Menunjukan jalan nafas
yang paten (klien tidak merasa tercekik irama nafas, frekuensi pernafasan dalam
rentan normal, tidak ada suara nafas abnormal).
§
Tanda vital dalam rentan
normal (tekanan darah, nadi dan pernafasan).
Intervensi
|
Rasional
|
NIC :
1. Posisikan pasien untuk memaksimalkan
ventilasi
2. Keluarkan secret dengan batuk atau
dengan suctioning
3. Monitor respirasi dan status O2
4. Auskultasi suara nafas, catat adanya
suara tambahan
|
1. Membantu
kelancaran jalan nafas pasien
2. Untuk
membantu membersihkan jalan nafas pasien
3. Untuk
memonitor keadekuatan pernafasan klien, atau apakah ada gangguan pada
ventilasi pernafasan
4. Memonitor
kepatenan jalan napas, biasanya bunyi ronki dan wheezing menyertai obstruksi
jalan nafas / kegagalan pernafasan
|
b.
Diagnosa keperawatan:
Ketidakseimbagan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d intake yang tidak
adekuat
Tujuan:
Setelah dilakukan perawatan dalam waktu 3 x 24 jam, kebutuhan nutrisi pasien
terpenuhi/adekuat
Kriteria hasil:
§
Mempertahankan
keseimbangan intake cairan dan asupan nutrisi sesuai dengan kebutuhan pasien.
§
Tidak terjadi penurunan
berat badan yang berarti
Intervensi
|
Rasional
|
- Monitor adanya penurunan berat badan
- Monitor kulit kering dan adanya perubahan pigmen
- Monitor mual dan muntah
- Monitor kadar albumin, total protein, Hb, dan kadar
Ht
- Monitor warna konjungtiva
-Monitor kalori dan intake nutrisi
- Pastikan diet yang digunakan adalah diet rendah serat
dan protein
- Edukasi pasien mengenai kebutuhan nutrisi
|
- Penurunan berat badan menunjukan kebutuhan nutrisi
yang tidak adekuat
- kulit kering dan perubahan pigmen juga dapat
menunjukan bahwa nutrisi yang didapatkan pasien tidak adekuat
- mual dan muntah dapat memperburuk keadaan/ status
nutrisi pasien dan menjaga keseimbangan asam basa tubuh
- Untuk memonitor status nutrisi
-
Apabila konjungtiva
berwarna pucat maka itu menunjukan bahwa nutrisi yang diperlukan oleh tubuh
tidak terpenuhi
-
Mengetahui jumlah
kalori dan nurisi yang masuk
-
Pasien dapat
mengetahui dan mencatat kebutuhan nutrisi yang diperlukan
|
c.
Diagnosa keperawatan: Kelebihan volume cairan b.d tekanan
hidrostatik yang meningkat ditandai dengan ascites.
Tujuan:
setelah dilakukan perawatan selama 3 x 24 jam, kadar volume cairan berkurang
hingga normal
Kriteria
hasil:
§
Terbebas dari edema dan asites
§
Tanda-tanda vital normal
§
Terbebas dari kelelahan, kecemasan atau
kebingungan
Intervensi
|
Rasional
|
NIC:
1. Pertahankan
catatan intake dan output yang akurat.
2. Monitor
hemodinamik termasuk CVP, MAP, PAP, dan PCWP
3. Kaji
lokasi dan luas edema
4. Monitor
masukan makanan/cairan dan hitung kalori
5. Monitor
vital sign.
|
1. Menunjukkan
status volume sirkulasi, terjadinya/perbaikan perpindahan cairan, dan respon
terhadap terapi. Keseimbangan positif/peningkatan berat badan sering
menunjukkan retensi cairan lanjut
2. Peningkatan
tekanan darah biasanya berhubungan dengan kelebihan volume cairan, mungkin
tidak terjadi karena perpindahan cairan keluar area vaskuler. Distensi
juguler eksternal dan vena abdominal sehubungan dengan kongesti vaskuler..
3. Perpindahan
cairan pada jaringan sebagai akibat retensi natrium dan air, penurunan
albumin, dan penurunan ADH
4. Peningkatan
tekanan darah biasanya berhubungan dengan kelebihan volume cairan, mungkin
tidak terjadi karena perpindahan cairan keluar area vaskuler.
5. Peningkatan
tekanan darah biasanya berhubungan dengan kelebihan volume cairan
|
d. Diagnosa
keperawatan : Nyeri akut b.d pembesaran hati
Tujuan: setelah
dilakukan perawatan selama 3 x 24 jam masalah nyeri teratasi.
Kriteria
hasil:
§
Mampu
mengontrol nyeri (tahu penyebab nyeri, mampu menggunakan teknik nonfarmakologi,
untuk mengurangi nyeri, mencari bantuan)
§
Melaporkan
bahwa nyeri berkurang dengan menggunakan mananjemen nyeri
§
Mampu
menganalisis nyeri (skala, intensitas, frekuensi dan tanda nyeri)
§
Menyatakan
rasa nyaman setelah nyeri berkurang.
Intervensi
|
Rasional
|
NIC
:
1.
Lakukan
pengkajian nyeri secara kompherensi termasuk PQRSTU
2.
Control
lingkungan yang dapat mempengaruhi nyeri seperti suhu, ruangan, pencahayaan,
dan kebisingan.
3.
Ajarkan
tentang teknik non farmakologi
4.
Observasi
reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan
5.
Berikan
Analgesic untuk mengurangi nyeri.
|
1.
Untuk
mengetahui kondisi nyeri yang akan menimbulkan maslah lainnya, dan untuk
memberikan intervensi lebih lanjut.
2.
Untuk
memberikan kondisi lingkungan yang kondusif untuk meningkatkan kenyamanan
pasien dan membantu mengurangi nyeri
3.
Untuk
mengajarkan pasien bagaimana cara mengatasi nyeri yang suatu saat timbul
dengan tiba-tiba, bisa dengan tehnik relaksasi dan pengaturan posisi.
4.
Untuk
memvalidasi apakah skala nyeri yang diungkapkan oleh klien sesuai dengan apa
yang dirasakan jika dilihat dari rekasi nonverbalnya, seperti pasien terlihat
sedang menanhan sakit.
5.
Untuk
mengurangi rasa nyeri apabila rasa nyeri sudah sangat mengganggu dan tidak
tertahankan dan apabila rasa nyeri sudah tidak dapat diatasi dengan tindakan
non farmakologi.
|
e. Diagnosa Keperawatan: Kerusakan integritas kulit (b.d) penumpukan garam empedu dibawah kulit
Tujuan: Setelah dilakukan
perawatan selama 3 x 24 jam, pasien mengalami
perbaikan integritas kulit
Kriteria
hasil:
§ Integritas
kulit yang baik bisa dipertahankan (sensasi, elastisitas, temperatur, hidrasi
dan pigmentasi)
§ Tidak
ada luka/lesi pada kulit
§ Perfusi
jaringan baik
§ Menurunkan
pemahaman dalam proses perbaikan kulit dan mencegah terjadinya cedera berulang
§ Mampu
melindungi kulit dan mempertahankan kelembaban kulit dan perawatan alami.
Intervensi
|
Rasional
|
NIC
:
1. Anjurkan
pasien untuk menggunakan pakaian yang longgar.
2. Kurangi
kerutan pada tempat tidur.
3. Mobilisasi
pasien (ubah posisi) setiap dua jam sekali
4. Monitor
status nutrisi pasien
5. Monitor kulit akan adanya kemerahan
|
1. Biasanya
mengurangi tekanan dari pakaian dan membuarkan luka terbuka akan meningkatkan
proses penyembuhan dan mengurangi resiko infeksi
2.
Kerutan yang ada pada
linen tempat tidur akan menambah kerusakan integritas pada pasien dengan
turgor kulit yang kurang baik.
3.
Dengan mengubah posisi
pasien secara berkala akan mengurangi kerusakan dan menghindari luka tekan
4.
Pasien yang kekurangan
nutrisi dari kebutuhan tubuh ditandai dengan turgor kulit yang buruk,
sehingga beresiko tinggi untuk menambah kerusakan integritas kulit.
5. Untuk memberikan penanganan secepat
mungkin, agar kerusakan pada kulit tidak semakin parah
|
f. Diagnosa
keperawatan : Gangguan citra tubuh b.d peningkatan bilirubin
tidak terkonjugasi ditandai dengan ikterik diseluruh tubuh.
Tujuan: Setelah dilakukan perawatan
selama 3 x 72 jam, pasien mengalami konjugasi peningkatan bilirubin dengan
baik.
Kriteria hasil :
§
Body image positif
§
Mampu mengidentifikasikan
kekuatan personal
§
Mendiskripsikan secara
factual perubahan fungsi tubuh
§
Mempertahankan interaksi
social
Intervensi
|
Rasional
|
NIC :
1. Kaji
verbal dan nonverbal respon klien terhadap tubuhnya
2. Monitor
frekuensi mengkritik dirinya
3. Dorong
klien untuk mengungkapkan perasaanya
4. Fasilitasi
kontak dengan individu lain dalam kelompok kecil
5. Jelaskan
tentang pengobatan, perawatan, kemajuan dan prognosis penyakit
|
1. Untuk
melihat apakah pasien menunjukan respon yang negative seperti menarik diri,
tidak mau menatap mata, bicara sedikit,
2. Untuk
melihat apakan pasien dapat menunjukkan emosional ataupun metode koping
maladaptive, dan apakah klien membutuhkan intervensi lebih lanjut.
3. Berikan
kesempatan pada pasien untuk mengidentifikasi rasa takut/kesalahan konsep dan
menghadapinya secara langsung.
4. Pasien
mungkin saja membutuhkan dukungan selama berhadapan dengan gangguan yang
membutuhkan proses jangka panjang/ ketidakmampuan menghadapi masalah.
5. Untuk
memberikan gambaran secara detail mengenai penyakit yang diderita untuk
meningkatkan persepsi yang baik tentang dirinya.
|
g. Intolerasi aktivitas b.d penurunan
produksi sel darah merah ditandai dengan kelemahan
Tujuan: Setelah dilakukan
tindakan 2x24 jam, intoleransi aktivitas dapat diatasi dengan kriteria hasil:
§
Toleransi aktivitas yang
bisa dilakukan pasien
§
Tanda-tanda vital pasien
dalam rentan normal
§
Pasien mampu melakukan
aktivitas secara mandiri
§
Pasien mampu berpindah
dengan atau tanpa alat bantu
Rasional
|
|
1. Kaji tingkat kemampuan
klien dalam melakukan gerak
|
1. Sebagai dasar untuk
memberikan alternative dan latihan sesuai dengan kemampuannya
|
2.
Rencanakan pemberian program latihan sesuai kemampuan pasien
|
2. Latihan pergerakan
dapat meningkatkan otot dan stimulasi sirkulasi darah
|
3. Ajarkan klien
tentang bagaimana melakukan aktivitas sehari-hari
|
3. Dapat meningkatkan
pergerakan dan melakukan pergerakan yang aman
|
4. Libatkan keluarga
untuk melatih mobilitas pasien
|
4. Dapat mendukung
pasien untuk melakukan aktivitasnya
|
5. Bantu pasien untuk
melakukan aktivitas dengan alat bantu, seperti kursi roda, cane
|
5. Untuk memudahkan
pasien dan mengurangi pergerakan yang berlebihan dari pasien
|
h. Diagnosa
keperawatan: Resiko ketidakseimbangan elektrolit (b.d)
gangguan peristaltik.
Tujuan: Setelah dilakukan
perawatan selama 1 x 24 jam, diharapkan cairan dan elektrolit klien seimbang.
Kriteria
hasil:
§
Mempertahankan urine
output sesuai dengan usia dan BB, Bj urine normal, HT normal
§
Tekanan darah, nadi,
suhu, suhu tubuh dalam batas normal
§
Tidak ada tanda-tanda
dehidrasi, elastisitas turgor kulit baik, membrane mukosa lembab, tidak ada
rasa haus yang berlebihan.
Intervensi
|
Rasional
|
NIC
:
1. Pertahankan
catatan intake dan output yang akurat
2. Monitor
status hidrasi (kelembaban membrane mukosa, nadi adekuat, tekanan darah
ortistatik), jika diperlukan.
3. Monitor
vital sign
4. Monitor
status cairan
5. kolaborasi
dengan dokter dalam pemberian cairan infuse.
|
1. Untuk
memaksimalkan pemenuhan cairan dan elektrolit dari kebutuhan tubuh secara
adekuat.
2. Untuk
melihat perkembangan apakah cairan dan elektrolit klien sudah membaik atau
tambah memburuk
3. Biasanya
hipotensi,takikardi, dan demam dpat menunjukkan respon terhadap dan efek
kehilangan cairan
4. Untuk
dapat menentukan berapa jumlah dan tipe cairan pengganti yang akan diberikan
dilihat dari keadaan status cairan pasien.
5. untuk
mengganti cairan dan elektrolit secara adekuat dalam tubuh.
|
i.
Diagnosa Keperawatan: Resiko perdarahan b.d gangguan sintesis Vit K
Tujuan: Setelah
dilakukan perawatan selama 3 x 24 jam, pasien mengalami sintesis
vitamin K dengan baik sehingga menurunkan resiko perdarahan.
Kriteria hasil:
§ Tidak ada hematemesis
§ Kehilangan darah yang
terlihat
§ Tekanan darah dalam batas
normal sistole dan distole
§ Tidak ada perdarahan
pervagina
§ Tidak ada distensi
abdominal
§ Hemoglobin dan hemotokrit
dalam batas normal
§ Plasma, PT, PTT, dalam
batas normal
Intervensi
|
Rasional
|
NIC :
1.Monitor ketat tanda-tanda perdarahan
2.Instruksikan pasien untuk membatasi aktifitas
3.Lindungi pasien dari trauma yang dapat menyebabkan
perdarahan
4.Monitor nilai lab ( koagulasi) yang meliputi PT, PTT,
Trombosit
5.Identifikasi penyebab perdarahan
|
1. Penurunan trombosit merupakan tanda adanya kebocoran
pembuluh darah yang pada tahap tertentu dapat menimbulkan tanda-tanda klinis
seperti epistaksis, ptike
2. Aktifitas pasien yang tidak terkontrol dapat
menyebabkan terjadinya perdarahan.
3. Mencegah
terjadinya perdarahan lebih lanjut. Misalkan: gunakan sikat gigi yang lembut
untuk mengurangi perdarahan pada gusi pasien
4. Dengan
trombosit yang dipantau setiap hari, dapat diketahui tingkat kebocoran
pembuluh darah dan kemungkinan perdarahan yang dialami pasien
5. Untuk dapat segera melakukan penanganan pada bagian
tubuh yang mengalami perdarahan.
|
Referensi
C. N. (2015, August
14). Cirrhosis of the Liver: Causes, Symptoms and Treatments. Retrieved May 24, 2016, from http://www.medicalnewstoday.com/articles/172295.php
LeMone, P., Burke, K. M., &
Bauldof, G. (2014). Medical-Surgical Nursing: Pearson New
International
Edition: Critical Thinking in Patient Care Pearson custom library
(5th ed.).
London, England: Pearson Education.
Long, G. (2007).
Virtual clinical excursions--medical-surgical for Lewis, Heitkemper, Dirksen, O'Brien and Bucher: Medical
-surgical nursing: Assessment and management
of clinical problems (7th ed., Vol. 2).
St. Louis: Mosby/Elsevier.
M. B., Dayrit, M.
W., & Siswadi, Y. (2008). Seri Asuhan Keperawatan Klien Gangguuan Hati. Jakarta, Indonesia: Penerbit Buku Kedokteran EGC
Thomson, A. D., &
Cotton, R. E. (1997). Catatan Kuliah Patologi (3rd ed.). Indonesia: EGC.
Waugh, A. (2006).
Ross and Wilson Anatomy and Physiology: In health and illness (10th ed.). Edinburgh: Churchill
Livingston.
Langganan:
Postingan (Atom)